Dialektis.Id – Pontianak. Tak sekadar duduk di bangku kuliah, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak memilih belajar langsung dari sumbernya. Pada Rabu (22/05/2025), mereka melakukan kunjungan edukatif ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pontianak. Agenda ini merupakan bagian dari praktikum mata kuliah Penologi, yang secara khusus membahas sistem pemasyarakatan dan rehabilitasi pelanggar hukum.
Kunjungan ini menjadi jembatan nyata antara teori dan praktik. Para mahasiswa tak hanya mendengarkan pemaparan, tetapi menyaksikan langsung bagaimana sistem rehabilitasi bekerja: dari tahap asesmen, pemetaan risiko, hingga pelaksanaan program pembinaan bagi narapidana yang bertujuan membentuk kembali jati diri mereka sebagai warga negara yang berdaya guna.
Dampak kunjungan ini begitu terasa. Mahasiswa menyelami langsung suasana kehidupan warga binaan, menyusuri ruang pembinaan kerja, dan melihat bagaimana narapidana diasah keterampilannya lewat kegiatan pertanian, kerajinan, hingga pembinaan kepribadian dan keagamaan.
Di balik pagar besi dan tembok tinggi, para mahasiswa menyadari bahwa penjara bukanlah akhir dari kehidupan seseorang. Sebaliknya, Lapas menjadi wadah transformasi—tempat di mana para pelanggar hukum menjalani proses pemulihan, bukan sekadar hukuman.
Diskusi Interaktif, Mengenal Prinsip “Risk and Need”
Dipandu oleh petugas pemasyarakatan dan dosen pengampu, mahasiswa diajak mendalami prinsip risk and need yang menjadi dasar pelaksanaan program pembinaan. Pendekatan ini bertujuan agar pembinaan yang diberikan sesuai dengan tingkat risiko dan kebutuhan individual narapidana, sehingga lebih efektif dalam mendorong perubahan perilaku.
Mahasiswa juga aktif berdialog, bertanya seputar kebijakan pemasyarakatan, hambatan dalam rehabilitasi, serta tantangan reintegrasi narapidana ke masyarakat.
Kepala Lapas dan jajarannya menyambut baik kedatangan mahasiswa sebagai bagian dari kolaborasi edukatif antara dunia akademik dan lembaga pemasyarakatan. Program seperti ini dinilai penting untuk memperkenalkan wajah pemasyarakatan yang lebih humanis dan berorientasi pada perubahan.
Kunjungan ini membuka cakrawala mahasiswa bahwa peran hukum tak berhenti pada palu hakim. Ia terus berlanjut di balik tembok penjara, dalam bentuk pendampingan, pembinaan, dan pemberdayaan.
“Kita sering memandang narapidana hanya dari kesalahannya. Tapi di sini, saya melihat mereka sedang berproses untuk memperbaiki diri,” ujar salah satu mahasiswa dengan penuh refleksi.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa pembelajaran hukum yang efektif harus mengakar pada kenyataan sosial. Mahasiswa tidak hanya belajar tentang sistem pemasyarakatan, tetapi juga merasakan denyut kehidupan di balik dinding Lapas mengenali narapidana sebagai manusia yang layak untuk diberi kesempatan kedua.
Melalui pengalaman langsung ini, Fakultas Hukum Untan menunjukkan komitmennya membentuk lulusan yang tidak hanya paham hukum secara teknis, tapi juga memiliki empati, kesadaran sosial, dan keberpihakan pada keadilan yang beradab.