Mempawah – Kabut asap hasil kebakaran hutan dan lahan (karhutla) telah menyelimuti sebagian besar kota di Kalimantan Barat. Tentu saja, kabut asap itu mengganggu kesehatan warga Kalimantan Barat, khususnya kelompok rentan.
Untuk itu, diperlukan inisiasi agar potensi kekuatan yang ada dapat terajut dalam aksi kolaboratif. Situasi ini tidak boleh terkonversi menjadi krisis.
Berangkat dari hal tersebut, Kolektif Muda-mudi bersama Alumni Sigma Kabupaten Mempawah menggelar “Aksi Kolaboratif Cegah Bencana Iklim” dengan mengusung tema “NGOPI: Ngobrol Perubahan Iklim”, Sabtu (28/10/2023).
Kegiatan yang berlangsung di WK. Kampoeng Baru, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat itu diawali dengan Diskusi dan dilanjutkan nonton bareng (nobar) Film Asimetris garapan watchdoc, hadir sebagai Narasumber Kabid Kebakaran BPBD Mempawah, Desvan Erdanustie; Hendi Suhendri, Alumni Sigma Mempawah; Kasi PPM UPT KPH Wilayah Mempawah, Reni Ayufrida Oktafyanti; Tenaga Ahli BRGM, Hermawansyah; Ageng, Jurnalis, Penulis lepas sebagai Moderator. Dan diikuti peserta yang terdiri dari Organisasi Kepemudaan, Jurnalis, Aktivis, Mahasiswa hingga Masyarakat Sipil.
Kontribusi Pemuda dalam Aksi Iklim
Hendi Suhendri, Alumni Sigma Mempawah mengatakan bahwa kegiatan malam ini merupakan bentuk tindak lanjut kita pada Forum Sigma Mempawah yang beberapa waktu lalu kita laksanakan. Dan selanjutnya, Kodap sapaannya mengajak forum untuk berefleksi atas gerakan Aksi Kolaboratif Cegah Bencana Iklim, karena menurutnya
Isu perubahan iklim bukan hanya isu daerah saja bahkan sudah menjadi isu internasional maka dari itu penting untuk kita bicarakan bersama seperti melalui acara malam ini, melalui ruang ini kita coba akan mencari ruang alternatif apa yang kira kira bisa kita lakukan untuk memitigasi, karena perubahan iklim ini sudah mengakibatkan banyak bencana. “Karena fakta bahwa yang sedang kita hadapi saat ini, sedang tidak baik baik saja. Maka dari itu kita kolaborasi sama sama cegah bencana iklim yang terjadi saat ini,” ujarnya.
Kita sebagai pemuda harus mengambil sikap dan peran aktif untuk menyikapi perubahan iklim seperti yang kita rasakan saat ini. “Karena kita akan menyongsong masa depan yang akan datang, kalau kita bersikap acuh tak acuh, ruang aman dan nyaman untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita itu akan sulit untuk kita wujudkan, jika kita tidak mencegah bencana iklim sejak dini. Nah itulah latar belakang yang harus sikap bersama sama,” katanya lagi.
Lebih lanjut, Kodap menyampaikan, Jika kita berbicara terkait perubahan iklim itu sebenarnya banyak sudah dampak yang kita rasakan seperti banjir, karhutla, dan kualitas udara yang semakin hari semakin memburuk, dan kalau mau curhat ni ya, rumah saya tu ya dari saya kecil sampai saya sekarang ini sudah nikah dan punya anak, rumah saya itu udah lima kali renovasi gara-gara banjir, nah itu salah satu contohnya. Maka dari pada itu tidak menutup kemungkinan juga dirasakan di daerah daerah lainnya. Karena kehidupan sekitar kita ini sebenarnya sudah banyak yang berubah kondisi geografisnya terutama di daerah yang dekat dengan sungai.
“Jika kita tidak merespon dan menyikapi perubahan iklim seperti saat ini. Kita siap siap saja ruang hidup yang aman dan nyaman untuk kita dan generasi kita yang akan datang itu hanyalah imajinasi saja. Berangkat dari pengalaman pengalaman itulah makanya harus kita sikapi dan bersinergi bersama,” pungkasnya.