Pontianak – Hari ini, Kamis (04/04/2024) bertempat di Pengadilan Negeri Pontianak, telah berlangsungkan persidangan perkara Kriminalisasi Mulyanto yang merupakan bagian dari Kelompok Buruh Duta Palma di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang.
Agenda Persidangan hari ini adalah interpretasi tanggapan JPU terhadap pengecualian dari Penasihat Hukum Terdakwa (Replik).
Pada sidang ketiga ini, Mulyanto lagi-lagi tidak dihadirkan secara langsung. Dia mengikuti sidang dari rumah tahanan secara berani. “Hal ini sebetulnya telah menetapkan ketentuan KUHAP dan prinsip perdagangan yang dibuka dan terbuka untuk umum. Yang mana hal tersebut juga menjadi salah satu poin eksepsi atau persetujuan dari Terdakwa dan Penasihat Hukum Terdakwa,” ujar Ivan Wagner, salah satu di antara anggota tim Penasihat Hukum LBH Kalbar.
Pada Senin (01/04/2024) lalu, Penasihat Hukum (PH) Terdakwa telah menyampaikan eksepsi/keberatan terhadap surat dakwaan JPU. Dalam persetujuannya, PH Terdakwa menyatakan bahwa tempat kejadian perkara, yaitu PKS I PT. Wirata Daya Bangun Persada (PT. WDBP) seharusnya tidak berada di Desa Sinar Baru, Bengkayang, melainkan berada di Desa Semanga, Sambas. Hal ini dapat dibuktikan, karena aset PT. WDBP tersebut menjadi objek sitaan Kejaksaan Agung dan Pengadilan Negeri Pontianak, dalam kasus pencucian uang yang menjerat Bos Duta Palma Group, Surya Darmadi. Aset tersebut disinggung dalam putusan PN Jakarta Pusat, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan Putusan Mahkamah Agung yang mengadili Surya Darmadi. Dalam kesimpulan tersebut, secara jelas menyatakan bahwa aset PT. WDBP termasuk PKS itu berada di Desa Semanga, Sambas. Hal ini jelas kekeliruan yang nyata dilakukan oleh Penyidik Polda dan dalam dakwaan JPU.
“Dalam bantahannya, JPU Budi Susilo dan Muhammad Tohe tidak dapat membuktikan Ekssepsi Penasihat Hukum Terdakwa. JPU dari Kejari Pontianak, hanya menyatakan bahwa locus delicti (TKP) didasarkan pada penyampaian Terdakwa. Jelas saja Terdakwa hanya menyampaikan hal tersebut berdasarkan pemahaman umum saja, sedangkan dalam pemeriksaan di pengadilan wajib menyesuaikan dengan fakta yang sebenarnya,” kata Ivan.
JPU Kejari Pontianak juga membantah pendapat PH Terdakwa dalam hal pembelaan kerja-kerja penipuan dalam memperjuangkan hak buruh, yang seharusnya menampilkan Terdakwa sebagai seorang Pembela Hak Asasi Manusia.
Bantahan JPU tersebut hanya menyatakan soal tidak adanya hal yang menghapuskan, mengurangi, atau memberatkan Terdakwa. Padahal, sudah banyak aturan Internasional dan aturan nasional Indonesia yang mengakui dan menjamin perlindungan Pembela HAM. Aturan tersebut yaitu Kovenan Internasional hak-hak sipil politik, Kovenan Internasional hak-hak ekonomi, sosial, budaya. Dua perjanjian tersebut sudah diratifikasi oleh Indonesia. Selain itu ada pula Pasal 28C ayat (2) Konstitusi, UU No 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, Pasal 66 UU 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, bahkan UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Bahkan Komnas HAM telah menerbitkan Peraturan tentang Standar Norma Pembela HAM yang menetapkan Pembela HAM harus dilindungi dari praktik penggunaan hukum pidana yang sewenang-wenang. Mahkamah Agung Sendiri telah menerbitkan Peraturan dan Keputusan yang mengatur soal pembelaan terhadap Pembela HAM.
JPU dari Kejari Pontianak juga membantah penasihat Hukum Terdakwa lainnya, terkait error in persona, perbarengan tindak pidana, dan dakwaan yang kabur (obscuur libel). Bahkan JPU juga membantah soal sidang yang tidak menghadirkan Terdakwa secara langsung di dalam pengadilan. JPU menggunakan dasar Peraturan Mahkamah Agung soal Sidang Elektronik.
Padahal, dalam aturan tersebut jelas dikeluarkan pada zaman Covid, peraturan yanglagi sudah tidak relevan lagi untuk perkara Terdakwa Mulyanto ini. Bagaimanapun, sejak awal konferensi tidak dilaksanakan secara elektronik, dan hanya Terdakwa saja yang tidak dihadirkan secara online.
Atas tanggapan JPU tersebut, Majelis hakim PN Pontianak telah menetapkan, bahwa pelaksanaan Putusan Sela akan dilaksanakan pada Selasa, 23 April 2024. Majelis hakim juga meminta kepada Jaksa untuk menghadirkan Terdakwa secara langsung di pengadilan.