Pontianak – Sidang lanjutan kasus kriminalisasi Mulyanto, Senin (10/06/2024), dilanjutkan dengan agenda pernyataan saksi dari Kuasa Hukum Terdakwa, Mulyanto. Saksi-saksi yang hadir adalah Asep Mulya, Firmansyah, Amansius, Riki, dan Nardo Pasaribu, yang merupakan buruh Duta Palma Group.
Asep menjelaskan bahwa pada tanggal 19 Agustus 2023, para buruh Duta Palma Group mengadakan aksi mogok kerja yang merupakan rangkaian aksi sejak tanggal 1 Agustus 2023 untuk menuntut hak-hak normatif buruh. Hari itu suasana kondusif seperti biasa, namun tiba-tiba didatangi oleh kepolisian Polres Bengkayang. Kejadian ini berlangsung di Desa Semanga, Kabupaten Sambas. “Saya tahu daerah tersebut (masuk Kabupaten Sambas) karena terdapat plang sitaan oleh kejaksaan,” kata Asep, mengacu pada sitaan terhadap aset Surya Darmayadi, bos PT Duta Palma Group.
“Kami mogok kerja karena selama 17 tahun kami tidak diberikan hak normatif,” jelas Asep menjawab pertanyaan Kuasa Hukum tentang alasan mogok kerja. Jarak Asep dengan terdakwa Mulyanto sekitar 12 meter, dan Asep tidak melihat Mulyanto menggunakan pengeras suara. Ia juga mengaku tidak melihat Mulyanto membawa senjata, batu atau sejenisnya.
“Saya justru mendengar ketika ada suara yang bilang ‘bakar, bakar, bakar’ justru Pak Mulyanto yang bilang ‘jangan ada yang bakar, jangan ada yang bakar,” katanya menirukan suara Mulyanto pada saat kejadian.
“Polres Bengkayang menembaki kami dengan gas air mata dan peluru karet. Sebelumnya sempat ada dialog antara massa dan aparat,” tambahnya. Setelah gas air mata ditembakkan, Asep melakukan pembelaan diri dengan melempar balik gas air mata dan bertemu dengan Pak Mulyanto saat ia lari ke belakang pos.
Firmansyah, salah satu buruh WHS, anak perusahaan PT Duta Palma, menjelaskan bahwa ia datang saat gas air mata ditembakkan. Sebelumnya, ia berada di rumah karena sakit di Desa Semanga, Kecamatan Sejangkung, kabupaten Sambas. Ia berada di samping kepolisian atau di depan massa aksi. Chaos terjadi kurang lebih setengah jam. Seusai penembakan pertama, Firmansyah tidak tahu apa yang terjadi, ia tidak dapat masuk ke wilayah perusahaan melalui pintu depan, karenanya ia memilih untuk masuk melalui pintu belakang dan menolong teman-teman yang terkena gas air mata dan peluru karet. Ia juga mendengar Mulyanto berteriak ‘Jangan bakar, jangan bakar.’
Amansius, yang bekerja di PT. Duta Palma, WHS 2 Divisi 5, di wilayah Sambas, menjelaskan bahwa saat aksi berlangsung, buruh hanya bercerita dan bernyanyi sambil menunggu keterangan dari perusahaan mengenai tuntutan hak normatif buruh. Ia tidak tahu waktu persisnya polisi datang, tetapi kira-kira pada pukul tiga lebih di sore hari. Amansius tidak mendengar isi perundingan karena kondisinya sudah riuh. Setelah perundingan gagal, ia mendengar polisi mengatakan mundur. “Lalu polisi bubar dan ada yang mengatakan ‘Atas nama undang-undang dan hukum, kami minta untuk mundur!’ saya mendengar dengan persis karena polisi mengucapkan itu dengan sound system,” tegasnya. Ia juga menyatakan bahwa dari pihak buruh tidak ada yang menggunakan pengeras suara.
Riki, yang bekerja di WBDP (Wirata Bangun Daya Persada), tidak hadir dalam kejadian 19 Agustus 2023, namun menjelaskan bahwa aksi pada 19 Agustus 2023 ada penyebabnya sejak tanggal 1 Agustus 2023. Buruh hanya menuntut hak normatif seperti lembur, jam kerja, pesangon, dan santunan kematian. Setelah kejadian 19 Agustus, ada perjanjian bersama dengan perusahaan namun hingga kini belum terpenuhi semuanya.
Nardo Pasaribu, buruh di PKS WDBP, juga tidak berada di lokasi kejadian pada 19 Agustus 2023. Ia menghadiri aksi pada 1 Agustus 2023 hingga 17 Agustus 2023. Jaksa mempertanyakan keterlibatan Mulyanto yang bukan buruh PT Duta Palma. Para saksi menjelaskan bahwa Mulyanto adalah Ketua DPC Pelikha Sambas dalam Serikat Pekerja Lintas Khatulistiwa (Pelikha). Mulyanto menerima pengaduan tentang tidak dipenuhinya hak-hak normatif buruh selama 17 tahun dan mendampingi buruh dalam perundingan hingga aksi mogok kerja dilakukan akibat gagalnya perundingan.
Hakim memastikan apakah para saksi mendengar Mulyanto berteriak “serang, lawan, serbu, serang.” Para saksi menegaskan bahwa kondisi sangat riuh saat chaos membuat mereka tidak mendengar suara Mulyanto berteriak walau hanya berjarak 20 meter. Selama aksi mogok kerja sejak tanggal 1 Agustus 2023, Mulyanto tidak pernah memberikan orasi selain mengingatkan agar aksi tetap kondusif.
Firmansyah menambahkan, “Pak Mulyanto selalu mengingatkan kita untuk tetap kondusif, jangan terjadi keributan, jangan merusak aset apapun milik negara dan perusahaan. Himbauan tersebut disampaikan secara lisan dan tertulis melalui surat aksi yang disampaikan kepada pihak kepolisian dan pihak terkait.”