Kisah Pak Ongga, Pembuat Gula Aren dari Desa Sekabuk

Yusli atau Pak Ongga saat sedang mengaduk air aren untuk diolah menjadi gula merah di Dusun Gelombang, Desa Sekabuk, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. (Dok. Istimewa)

Mempawah – Tak lelah setiap hari menyadap air nira untuk diolah menjadi gula merah alias gula aren. Sebelum menjadi gula merah, airnya harus diaduk selama setengah hari atau lebih delapan jam sebelum mengental kecoklat-coklatan.

Inilah rutinitas yang dilakoni oleh Yusli, atau lebih dikenal dengan nama Pak Ongga (53), pembuat gula merah alias gula aren dari pelosok Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Demi menafkahi keluarga, lelaki paruh baya ini selalu rela bercucuran keringat selama berjam-jam mengaduk air nira tersebut.

Air nira yang sudah mengental ini kemudian dicetak di bambu bulat berukuran kecil. Setelah agak dingin, cetakan dilepas, dan dibungkus dengan daun pisang kering atau juga dengan plastik.

Setiap hari Pak Ongga mampu memproduksi hingga lima kilogram gula merah, uang dijual seharga Rp 20 ribu per kilogram.

Aren menjadi salah satu komoditas perkebunan yang banyak manfaatnya. Selain sebagai tanaman konservasi hutan, aren dimanfaatkan petani untuk disadap niranya untuk diolah menjadi gula aren yang menyehatkan.

Proses pembuatan gula merah ini masih dilakukan secara tradisional. Sebutlah yang dilakoni oleh Pak Ongga, warga Dusun Gelombang, Desa Sekabuk, Kecamatan Sadaniang.

Lokasinya mudah dijangkau, hanya berjarak kurang lebih enam kilometer dari Kantor Desa Sekabuk.

Tempat pembuatan gula merah ini berupa sebuah rumah papan kayu sederhana, berukuran tiga kali empat meter.

Menurut Pak Ongga, keterampilan membuat gula merah diperoleh secara turun-temurun dari orangtuanya.

“Proses pembuatannya tidak mudah, butuh ketelatenan mulai awal, sampai siap dijual ke konsumen,” ujarnya, Senin, (25/06/2023).

Air nira itu disadapnya setiap hari dari pohon aren di hutan sekitar desa. Sadapan air nira itu ditampung di dalam sebuah wadah dari bambu besar.

“Satu air aren yang dimasukkan ke dalam bambu, takarannya sama dengan satu pohon. Kalau ambil dua bambu berarti dua pohon aren,” jelasnya.

Gula merah olahannya dijual kepada tetangga sekitar rumah, atau di warung-warung terdekat.

Selain gula aren, air nira juga bisa diolah menjadi cuka anau, tuak enau, atau lahang.

Lahang adalah minuman seperti sirup atau saripati air nira.

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan