Pontianak – Daerah paling berpolusi di Indonesia diduduki oleh sejumlah kota/kabupaten yang berada di wilayah Kalimantan Barat. Situs pemantau kualitas udara, IQAir, pada Selasa (15/08/2023) menunjukkan Kota Pontianak dan Terentang berada dalam daftar 10 besar kota paling berpolusi di Indonesia.
Daftar kota paling berpolusi di Indonesia diduduki oleh:
1. Terentang
2. Tangerang Selatan
3. Serang
4. Bandung
5. Jakarta
6. Jambi
7. Tangerang
8. Palembang
9. Pekanbaru
10. Semarang
Meski hari ini tak berada dalam daftar 10 besar, indeks kualitas udara Pontianak masih berada di level mengkhawatirkan. IQAir memperlihatkan nilai indeks kualitas udara Pontianak sebesar 147 hingga sore tadi. Artinya, kualitas udara ini masih di ambang yang mengkhawatirkan.
Konsentrasi PM2.5 di Pontianak bahkan 11.2 kali lipat dari batas yang ditetapkan WHO. Particulate Matter (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer).
Lani Ardiansyah, pegiat Gemawan, menyebut peningkatan polusi udara ini dikarenakan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat. “Tim Gemawan Spatial Center mencatat sekitar 900 titik api di Kalbar selama sepekan ini,” katanya.
“Hal ini berdampak besar terhadap komunitas lokal dan warga Kota Pontianak. Ini memperparah efek Il Nino yang diprediksi mencapai puncak pada September nanti,” tambahnya.
Peningkatan polusi udara ini dikarenakan Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayah Kalimantan Barat kian meluas. Dan adanya polusi udara sangat menganggu jarak ukur pemandangan masyarakat dalam beraktifitas.
“Ancaman karhutla seakan tidak berkesudahan, dan padahal Karhutla disebabkan ulah manusia baik sengaja maupun tidak sengaja,” ujar Tarmiji, Wasekum PTKP Koms Tarbiyah HMI Cabang Mempawah menanggapi buruknya kualitas udara di Kalbar.
Dirinya mengatakan, semua pihak sepakat jika karhutla menimbulkan kerugian bukan hanya kesehatan tetapi juga dapat mengganggu aktifitas sosial ekonomi masyarakat.
“Kalau dampak yang ditimbulkan dari karhutla cukup besar, mestinya harus diatasi bersama-sama,” katanya.
Peran banyak pihak sangat diharapkan bisa membantu kampanye terkait pentingnya pencegahan karhutla sejak dini agar terbangun kesadaran kolektif.
“Prinsipnya, memadamkan api saat kebakaran hanyalah bersifat jangka pendek, tapi mengubah perilaku masyarakat itu jauh lebih penting,” jelas dia.
Sementara itu, Kia, Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Adat Sadaniang mengatakan pencemaran udara yang saat ini terjadi di Kalimantan Barat kususnya tidak muncul begitu saja, pasti ada penyebap yang membuat pencemaran udara yang semakin memburuk, selain musim panas ada juga disebabkan oleh Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang dilakukan oknum manusia baik di sengaja maupun tidak sengaja.
“Menangapi hal ini, imbuh dia, harusnya kita sebagai masyarakat yang beradat harus lebih mengutamakan kelestarian Hutan yang di turunkan tetua adat jaman dahulu,” jelasnya.
Peran tokoh agama, tokoh masyarakat dan adat sangatlah penting untuk mengingatkan masyarakat atau jamaah masing-masing agar tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan, saran Kia.
“Aturan hukum tentang larangan membakar hutan dan lahan juga sudah jelas, dan lengkap. Untuk mencegah karhutla, disarankan kepada pemerintah untuk melakukan sebuah kebijakan bagaimana membangun kesadaran masyarakat secara kolektif melalui pendekatan kolektif,” tambahnya.