Pontianak – Bertempat di Pengadilan Negeri Pontianak, pada Senin (25/03/2023), diselenggarakan sidang pertama kriminalisasi terhadap salah satu bagian dari kami: Aliansi Buruh Sambas-Bengkayang (ASBS), yaitu Mulyanto. “Kami dari ASBS dan jaringan advokasi serta jaringan solidaritas bertekad, akan menemani perjuangan Mulyanto dalam menghadapi kriminalisasi ini sampai akhir,” tegas Aliansi Buruh Sambas-Bengkayang melalui siaran persnya.
Saudara Jaksa, Majelis Hakim PN Pontianak, dan publik harus menyadari, bahwa upaya peradilan terhadap Mulyanto ini ialah bentuk rekayasa kriminalisasi kasus hukum yang terstruktur dan sistematis, untuk melemahkan perjuangan kami buruh di Sambas dan Bengkayang. “Selama ini kami memperjuangkan hak normatif yang telah dijamin oleh konsitusi dan undang-undang, yang sampai hari ini masih diabaikan dan dilanggar oleh PT. Duta Palma Group,” jelasnya lagi.
Wajib dipahami, upah kami tidak dibayar secara layak, kami tidak diberikan jaminan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, upah lembur kami dipotong, dan lain sebagainya. Bahwa mangkirnya PT. Duta Palma Group atas kewajiban normatif mereka terhadap kami sudah berlangsung selama belasan tahun. Sejak tahun 2022, kami para buruh bersama saudara kami Mulyanto, telah memperjuangkan hak kami lewat berbagai perundingan di Disnaker Sambas, Disnaker Bengkayang, Disnaker Provinsi Kalbar, bahkan menyuarakannya di hadapan anggota legislatif. “Namun, karena PT. Duta Palma selalu mangkir, dan perundingan selalu berakhir tanpa kata sepakat, maka kami melakukan aksi mogok kerja. Wajib pula dipahami: Mogok Kerja adalah hak buruh yang dijamin oleh Pasal 137 Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, akibat gagalnya perundingan,” urainya.
Mereka menjelaskan Kami telah menyelenggarakan Mogok Kerja sebanyak tiga gelombang secara tertib dan damai, yaitu pada Mei, Juni, dan Agustus 2023. Namun, tanggal 19 Agustus 2023 harus diperingati sebagai monumen brutalitas aparat. Pada hari Sabtu kelabu itu, aksi Mogok Kerja yang sah dan dijamin oleh undang-undang telah dibubarkan secara paksa, lewat kabut gas air mata dan hujan peluru karet. Selain kami para buruh, perempuan dan anak-anak juga menjadi korbannya. Mereka berurai air mata, sesak napas, dan mengerang kesakitan akibat tindakan aparat yang brutal. Selain kesakitan secara fisik, yang juga kami rasakan ialah hampa hak, di mana seharusnya hak kami dijamin oleh negara namun justru ditiadakan bahkan direnggut.
Sudah jatuh tertimpa tangga. “Kami yang telah menjadi korban brutalitas alat negara, juga harus menanggung tuduhan anarkis dan kriminal. Saudara kami, Mulyanto, dibikin menjadi pesakitan dalam jeruji besi, ditahan selama lebih dari 120 hari, atas tuduhan yang dibuat-buat atau diada-adain oleh aparat,” ujarnya.
Lebih jauh mereka menyampaikan Hari ini kami kembali menagih penangguhan penahanan terhadap Mulyanto. Di bulan suci ramadhan ini, kami berharap dapat berkumpul dengan Mulyanto, dan Mulyanto dapat berkumpul dengan anak istri dan keluarganya. Untuk itu kami meminta kepada Majelis Hakim yang terhormat, agar tidak tutup mata pada konteks dibalik kejadian tanggal 19 Agustus itu. Bahwa justru Mulyanto lah yang merupakan pejuang hak asasi, yang seharusnya terhindar dari kriminalisasi, dan bisa bebas berkumpul dengan keluarganya. Untuk itu kami meminta agar Majelis Hakim menangguhkan penahanan Mulyanto.
“Saudara Jaksa Penuntut Umum dan Yang Mulia Majelis Hakim juga harus membuka mata. Bahwa kriminalisasi ini telah direkayasa sedemikian rupa. Semula, kami dan Mulyanto dituduh anarkis dan menggunakan senjata api. Namun sekarang, terbukti itu hanyalah rekayasa dan halusinasi aparat belaka,” katanya.
Mereka juga menyebut Dakwaan terhadap Mulyanto sudah tidak lagi soal kepemilikan atau penggunaan senjata api, namun senjata tajam. Kami ini buruh sawit, alat kerja kami adalah dodos, egrek, parang, dll. Apakah itu yang dimaksud senjata tajam? Jika demikian, apakah kelak jarum suntik yang dipakai dokter atau jarum jahit yang dipakai penjahit bisa dianggap sebagai senjata tajam? Jelas ini mengada-ada.
Saudara Jaksa dan Yang Mulia Majelis Hakim cukup terdidik daripada kami. Untuk bisa memilah siapa penjahat dan mana yang merupakan kejahatan. Kami titipkan peradilan yang mulia ini agar mampu mengungkap penggunaan aparat negara secara berlebihan, mengungkap pula mangkirnya perusahaan terhadap kewajiban normatifnya, dan menegakkan keadilan setegak-tegaknya.