Pontianak – Rangkain kegiatan Lesson Learn, Upgrading and Gathering; The Power of Teamwork for Pontianak Harmony and Universe Friendly berlangsung selama 2 hari di Transera Hotel Pontianak, pada Sabtu (15/06/2024) diadakan diskusi panel yang menghadirkan 6 tokoh agama untuk memberi pesan hangat pada teman-teman SEKA agar memiliki energi baru untuk melanjutkan praktik baik Eco Bhinneka hingga merambah pada masyarakat luas.
Octavia Shinta Aryani sebagai fasilitator disksui menyebutkan bahwa nama Eco Bhinneka tidak menggunakan Muhammadiyah karena kesepakatan bersama bahwa Eco Bhinneka akan mengakomodir secara mandiri namun tidak lepas dari Muhammadiyah.
“Kami ingin masukkan Eco Bhinneka dibawah LHUBP yang hanya ada di Kalimantan Barat. Eco Bhinneka tidak bisa melalui garis LHUBP karena anggota harus beragama Islam. Pada akhirnya, bahwa adik-adik ini adalah Sahabat Eco Bhinneka Kalimantan Barat. Kita sudah bisa toleran terhadap teman-teman lintas agama dan lintas iman. Kita tidak melupakan teman-teman yang berkebutuhan khusus untuk bersama merawat kerukunan, melestarikan lingkungan. Adik-adik ini butuh wejangan bapak-bapak sebagai komitmenm untuk menuju Indonesia yang gemilang. Konsisten dan komitmen pemuda dalam merawat lingkuingan dengan melestarikan lingkungan,” ujar Shinta.
Selanjutnya, pesan pertama disampaikan oleh Ida Shri Rsi Dukuh Putra Bandem Kepakisan selaku ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kalimantan Barat bahwa Negara Indonesia memiliki landasan yang menyatukan negara yaitu Undang-undang dan perbedaan yang ada sebagai dasar negara Pancasila dalam satu kesatuan Negara Republik Indonesia dengan suasana kebhinekaan.
“Pertemuan saat ini ialah turun rembuk dengan perbedaan yang ada dengan tujuan yang satu. Saya dibina dengan iodeologi pancasila sampai kapanpun dengan waku yang tidak terhingga. Perbedaan memang sudah ada sejak lahir. Berbagai sebutan Tuhan yang Maha esa namun dengan tujuan yang sama. Dalam nkonsep kebangsan kita sagtu ideologi dengan landasan bhineka. Konep kerukuanan, kedamaian bagi orang Hindu ialah yang bagus diambil dan kurang bagus jangan diambil,” kata Ida.
Pesan kedua akan disampaikan oleh Rolink Kurniadi Darmara selaku Ketua Walubi Kalimantan barat yang menyatakab bahwa hari ini merupakan titik temu sebuah agama dan lingkungan hidup tanggung jawab bersama, dalam hal kemanusiaan. Teman-teman SEKA memiliki peran yang khas dan tidak tergantikan.
“Saya ingin mengajak SEKA ini seseungguhnya teman-teman meningkatkan skill yang didapat dari interaksi. Keahlian bisa di daopatkan dari pelatihan atau kursus sedangkan soft skill ini yang sedang teman-teman SEKA lakukan iala berinteraksi dengan memiliki kemampuan bekerja sama dalam satu tim. Kesuksesan seseorang lebih dilihat pada kepribadiannya. Teman-teman SEKA sedang dalam proses menjalani latihan dalam organisasi, mari kita kembangkan toleransi yang rukun,” tegas Rolink.
Shinta menambahkan bahwa teman-teman SEKA telah melakukan praktik baik dengan mengkaderisasi kepada siapapun mengenai kebhinekaan.
Pesan ketiga disampaikan oleh Pdt. Paulus Ajong selaku Ketua PGIW Kalimantan Barat menyampaikan bahwa sampai saat ini dari semua planet yang ada maka yang hanya dihuni ialah bumi. Namun yang uniknya adalah 8 M manusia di muka bumi berusaha untuk bertahan hidup. Satu-satunya yang membuat manusia bertahan ialah lingkungan yang baik. Tuhan menciptakan dengan sangat baik karena sesuai dengan kebutuhan manusia.
“Kata mahatmaghandi, 7 manusia bisa merusak lingkungan. Eksistensi ekologi sampai kapan, jangan-jangan sudah terjadi kiamat ekologi. Perubahan iklim akan menjadi masalah. SEKA memiliki point yang senmtral sehingga mengedepankan kepentingan bersama. Kedua, kebhinekaan tidak bisa dipisahkan namun keragaman, kemajemukan yang menjadi khas masyarakat kita dianggap sebagai pisau bermata dua. Kemajemukan yang ada akan baik jika pelaksanaanya ialah toleransi. SEKA menjadi simpul, menemukan 2 tantangan dalam satu kesatuan. Saat ini kita sedang dalam kondisi bonus demografi tergantung bagaimana indeks kerukunan, kesejahteraan,” tambah Paulus.
Sutadi selaku Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Kalimantan Barat menyambung menyampaikan pesan bahwa dalam ajaran konghucu, semuanya kembali pada diri kita sendiri dengan membina diri kita.
“Dalam ajaran konghucu sudah diurutkan mengenai hal baik yang dilakukan. Dasar bagi kami menghargai orang lain dengan sifat yang universal. Sepanjang masih bisa diperbaiki maka diperbaiki. Jadi belajar dan harus berlatih agar menyenangkan. SEKA ini berjalan tidak melaju tapi terus berjalan,” kata Sutadi.
Tokoh agama selanjutnya ialah Syamsul Hidayat selaku perwakilan Majelis Ulama Indonesia memnbayangkan bahwa semesta tidak akan membaik dan semakin menua.
“Untuk memperbaiki lingkungan rasanya tidak mungkin. Kehadiran SEKA ini sebagai bentuk komunitas untuk menjaga lingkungan. Perubahan iklim yang terjadi sudah di depan mata. Ecobhineka di upgrade harus memiliki teamwork yang baik. Saya membayangkan satu program seperti wisata religi. Wisata ini sebagai bentuk pengenalan pada alam yang kemudian terkait dengan simbol keagamaan,” tambah Syamsul.
Mustaat Saman mewakili NPCI Kalimantan Barat memnyampaikan bahwa NPCI bergerak di bidang olahraga disabilitas.
“Kami bersama adik-adik memiliki semangat yang tidak setengah-setengah, maka penyandang disabilitas rentan mental sehingga agama menjadi penting. Dengan kehadirana SEKA ini tentu menjadi jembtana kami untuk teman-teman disabilitas memiliki ruang karena masalah disabilitas ialah masalah kita bersama,” tegas Mustaat.
Terakhir, Manto selaku Kaban Kesbangpol Kalimantan Barat bumi mengingatkan bahwa bumi sudah rusak akibat iklim yang tidak lagi bisa diprediksi.
“Daerah yang banyak sawit akan cepat kemarau. Kiota bisa mulai perbaikan lingkungan 3R dari rumah sendiri. Kontribusi kita untuk menghasilkan oksigen bisa dengan menanam,” tambah Manto.
Shinta menutup diskusi panel dengan menyampaikan bahwa cerita SEKA sudah sampai Afrika dan Amerika sehingga pengalaman dijadikan motivasi sebagai cerita. “Setiap agama akan menularkan praktik baik menjadi sebagai ladang pahala,” tutup Shinta.