Eco Bhinneka Muhammadiyah Terpilih Mengikuti Indonesia Influential Program 2024 di Belanda

Jakarta – Kedutaan Belanda memberikan apresiasi kerja Muhammadiyah dalam upaya merawat kerukunan antar umat beragama melalui aksi lingkungan dengan mengundang Direktur Program Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan, untuk menghadiri kegiatan Indonesia Influential Program (IIP) 2024 di Belanda pada 12-15 Mei 2024. Kegiatan yang dilaksanakan selama 3 hari tersebut, memiliki tema yang spesifik. Pada hari pertama, bertema ‘Demokrasi dan Aturan Hukum’, hari kedua ‘Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, dan hari ketiga, ‘Kebebasan Pers’.

Dari Indonesia, hanya 10 orang peserta yang berkesempatan menghadiri pertemuan ini, perwakilan Muhammadiyah ada dari Eco Bhinneka Muhammadiyah. 9 organisasi lainnya yaitu dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradidan (LeIP), Narasi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Institute for Criminal Justice Reform, Jurnalisme Aman Tifa Foundation, Project Multatuli, Indonesian Center for Law and Policy Studies, Yayasan Prasasti Perdamaian, dan Media & Legal Department Nahdlatul Ulama.

‘Demokrasi dan Aturan Hukum’ menjadi tema hari pertama rangkaian kegiatan ini. Pertemuan dimulai dengan sambutan pembuka dari Wim Geerts, Human Rights Ambassador, Ministry of Foreign Affairs. Direktur Program Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan, mengungkapkan apresiasinya kepada Wim Geerts, yang memberikan perhatian hak asasi manusia terkait dampak perubahan iklim. “Ini menarik karena mencermati hasil-hasil dari COP dan kesepakatan Paris, maka pembahasan human rights terkait dampak perubahan iklim sangat penting. Karena terjadi damage and loss akibat krisis iklim, perlu adanya kebijakan-kebijakan yang harusnya memihak kepada semua orang yang terdampak,” ujarnya. Hening menggarisbawahi bahwa Pemerintah Belanda melalui Wim Geerts menyampaikan concern khusus terkait dengan perubahan iklim. 

Sesi berikutnya perkenalan tentang aturan hukum di Belanda yang disampaikan oleh Adwin Rotscheid, Director, Directorate-General for the Administration of Justice and Law Enforcement (DGRR) Ministry of Justice and Security. Terkait perlindungan hukum, Adwin mengatakan bahwa mereka punya sistem untuk melindungi masyarakat dan mendapatkan pembelaan dari negara. Itu membuktikan bahwa rakyat benar-benar dilindungi oleh hukum dan negara melakukan perannya dengan baik. Dan kalaupun ada lembaga bantuan hukum swasta atau NGO porsinya sangat kecil karena negara sudah melakukannya dengan baik. Menurut Edwin Arifin, Senior Policy Advisor Embassy of the Kingdom of the Netherlands menyampaikan bahwa rata-rata semua warga negara di Nederland sudah mempunyai pembelaan atau hak yang dipenuhi oleh negara.

Kegiatan berikutnya yakni berkunjung ke Senat Belanda, dan bertemu Hetty Janssen, Member of Senate for Groenlinks PVDA. Semua peserta mengungkapkan rasa kagumnya kepada Hetty, seorang wanita berusia 70 tahun, mempunyai dedikasi pada pemilihnya, low profile dan sangat merakyat, Ibu Hetty setiap hari berangkat ke kantor naik kereta selama tiga jam kemudian setelah turun dari stasiun ia naik sepeda. “Saya kagum karena Ibu Hetty meski seorang Senat, ia melakukan keseharian seperti rakyat pada umumnya, tidak selalu minta diladeni, dan dia punya cara untuk berdiskusi dan bisa berkomunikasi dengan warga dengan baik, saya kagum dengan sikapnya yang serius membela rakyat,” ungkap Hening. Ini bisa menjadi contoh baik bagaimana anggota senat bersikap dan berlaku di tanah air.

Tema kegiatan hari kedua, yaitu ‘Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan’.  Acara dimulai dengan Interfaith Dialogue dengan 4 narasumber: (1) H.E. Mr. Mayerfas, Ambassador of the Republic of Indonesia for the Kingdom of the Netherlands, (2) Ms. Annemarie van der Heijden, Head of Division, South and Southeast Asia, the MOFA of the Kingdom of the Netherlands, (3) H.E. Ms. Siti Nugraha Mauludiah, Director-General of Information and Public Diplomacy, the MOFA of the Republic of Indonesia, (4) H. E. Ms. Bea ten Tusscher Special Envoy for the Freedom of Religion and Belief, the MOFA of the Kingdom of the Netherlands.

“Saya memberikan cinderamata Buku Eco Bhinneka Muhammadiyah berjudul ‘Merawat Kerukunan dan Melestarikan Lingkungan’ kepada Bapak Mayerfas, Duta Besar Indonesia untuk Belanda,” tutur Hening. ”Kita juga bertemu lagi dengan Ibu Bea. Ibu Bea bercerita bahwa beliau pernah hadir di Indonesia bertemu Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, dan bertemu tim Eco Bhinneka Muhammadiyah untuk melakukan sepeda santai, berkeliling lokasi Sejarah Muhammadiyah di Kauman Yogyakarta,”urainya.

Hening menambahkan bahwa menurut Bea, kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah sesuatu yang sangat pribadi dan secara sikap atau tindakannya berhubungan dengan orang lain, ilustrasinya seperti seseorang yang membatik di Indonesia, seperti sebuah seni yang terus menerus berkembang terhadap kondisi dan keadaan.

Pada hari kedua ini, seluruh peserta IIP 2024 berkesempatan mengunjungi dua tempat ibadah, Masjid Stichting As-Soennah dan Gereja Mennonite. “Masjid di sini memiliki hubungan yang erat dan hangat dengan pihak kepolisian setempat. Selain untuk pengamanan kegiatan masjid, di berbagai kesempatan kami juga saling berbagi makanan,” ungkap imam masjid Stichting As-Soennah kepada Hening (14/05/2024). “Masjid ini masjid terbesar yang ada di Den Haag, dan menjadi pusat penyelenggaraan perayaan Idul Fitri, Idul Adha, dan perayaan hari besar agama Islam dan lainnya,” lanjutnya.

Di masjid ini juga diselenggarakan aktifitas belajar Al Qur’an untuk usia anak-anak sampai 16 tahun, convert ke agama Islam, hingga menerima pertanyaan-pertanyaan seputar syarat-syarat pernikahan yang ada di sana. Hening mengungkapkan bahwa masjid ini siap berkolaborasi dengan semua negara termasuk dengan Muhammadiyah, “Karena tantangan untuk umat muslim yang ada di Belanda besar karena jumlah umatnya yang sangat kecil, sehingga jika ada kerjasama dengan bentuk apapun mereka sangat terbuka,” kata Hening. Ini mempunyai hubungan dengan dengan pihak keamanan di Den Haag, polisi setempat bukan hanya menjadi pengaman namun menjadi sahabat bagi mereka yang minoritas.

Sedangkan hal menarik lainnya saat Hening mengunjungi Gereja Mennonite. “Saya bertemu dengan seorang Pastor yang menyampaikan bahwa yang terpenting bukan membaca kitab saja, melainkan orang dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan akan dicek di setiap pertemuan gereja,” ceritanya.

Hari ketiga kegiatan ini mengangkat tema tentang ‘Kebebasan Pers’. Terkait kebebasan pers bahwa tantangan kebebasan media yang ada di sana hampir sama dengan di Indonesia. “Mereka menghadapi tantangan dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi,” ungkap Hening.

Dari rangkaian aktifitas IIP 2024 yang diikuti, Hening mengungkapkan sejumlah pembelajaran menarik. “Yang pertama, kita bisa lebih dalam memahami tentang Belanda dari tiga sisi yang ada, dari politik dan rule of law, kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan kebebasan pers,” ucapnya. Yang kedua, imbuhnya, Negara mempunyai peran sangat penting di mana kesejahteraan rakyat menjadi yang utama, “Bagaimana kehidupan mereka terkait dengan transportasi umum, terkait hukum warga untuk negara, bagaimana warga sangat dijaga masa tuanya dan pensiunnya, banyak hal,” kata Hening. Yang ketiga, terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan, menurut Hening, Ia menyaksikan bahwa dua kunjungan dua agama menunjukkan kerukunan dan kebebasan beragama atau berkeyakinan yang cukup baik.

“Kami dari Eco Bhinneka menyampaikan terimakasih atas undangan ini dan akan menjaga hubungan baik dengan Kedutaan Belanda dan melanjutkan kerjasama ke depan terutama untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan terkait krisis iklim,” lanjut Hening.

Senior Policy Advisor Kedutaan Besar Belanda, Edwin Arifin, mengatakan IIP adalah program yang dirancang khusus bagi tokoh-tokoh berpengaruh dari Indonesia untuk mengunjungi Belanda, “Kami ingin memberikan kesempatan kepada peserta dari Indonesia dan Belanda untuk bertukar dan memperluas pandangan tentang demokrasi, supremasi hukum dan hak asasi manusia, termasuk kebebasan pers, kebebasan beragama dan keyakinan dan hak-hak perempuan, serta cara mengkomunikasikan topik-topik ini,” terang Edwin.

Para peserta dari kedua negara, urainya, diharapkan dapat menggunakan pengalaman program dan kontak yang telah terjalin untuk memperkaya pekerjaan mereka dan terus menjadi pejuang demokrasi dan hak asasi manusia di institusi asal mereka, dan di jaringan mereka yang lebih luas.

Eco Bhinneka merupakan program yang diinisiasi oleh Muhammadiyah dalam rangkaian project Inisiatif Bersama untuk Aksi Keagamaan yang Strategis atau dikenal dengan nama JISRA (Joint Initiative for Strategic Religious Action). Program Eco Bhinneka Muhammadiyah bertujuan merawat kerukunan dengan mengajak umat lintas agama bersama-sama melestarikan lingkungan. Program ini telah dilaksanakan sejak 2021 hingga 2025 mendatang. Faith to Action Network (F2A) menjadi konsorsium yang mendampingi organisasi Muhammadiyah dalam mengimplementasikan program JISRA di Indonesia.

Di Indonesia, Eco Bhinneka Muhammadiyah dilaksanakan di 4 wilayah, yaitu: di Pontianak (Kalimantan Barat), Ternate (Maluku Utara), Surakarta (Jawa Tengah), dan Banyuwangi (Jawa Timur). Informasi lebih lanjut tentang kegiatan Eco Bhinneka dapat disimak melalui website ecobhinnekamuhammadiyah.org, maupun instagram: @ecobhinneka, @ecobhinneka.kalbar, @ecobhinnekamuhammadiyahternate, @ecobhinneka_solo, dan @ecobhinneka.banyuwangi.

JISRA merupakan konsorsium global yang bekerja sama untuk merawat keberagaman dan mempromosikan toleransi lintas kelompok agama dan keyakinan. Konsorsium ini terdiri dari 50 mitra lokal di Ethiopia, Indonesia, Irak, Kenya, Mali, Uganda dan Nigeria. Di Indonesia, terdapat sepuluh organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam konsorsium ini, yaitu AMAN Indonesia, Fahmina Institute, Fatayat NU Jawa Barat, Jaringan GUSDURian, Imparsial, DIAN Interfidei, Institut Mosintuwu, Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, dan Peace Generation.

Bagikan Berita