Jaga Lingkungan Melalui Pelatihan Pengelolaan Lahan Gambut Tanpa Bakar

Kubu Raya – Gemawan bersama Alpekaje adakan pelatihan demplot pengelolaan lahan tanpa bakar dan praktek pembakaran arang sekam pada kelompok Perempuan Maju Bersama di Dusun Parit Sarim, Desa Punggur Besar, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya pada, 30 November 24. Dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kelompok perempuan dalam melakukan kegiatan pengembangan demplot/kebun pekarangan tanpa bakar yang ramah lingkungan.

Pelatihan dilakukan dengan metode praktek langsung dilapangan dimulai dengan pemberian materi secara singkat, disusul dengan pembuatan media pembakaran arang sekam padi, serta penggemburan dan pencampuran tanah dengan arang sekam di lahan gambut sebagai demplot tanaman hortikultura organik kelompok Perempuan Maju Bersama.

Praktek Pembuatan Arang Sekam

Sekam adalah kulit padi yang dihasilkan dari proses penggilingan padi dengan tujuan memisahkan beras dengan kulitnya, dan merupakan salah satu limbah hasil pertanian yang paling mudah ditemukan.  Arang sekam memiliki kandungan karbon tinggi dan banyak digunakan sebagai media tanam. Arang sekam banyak dimanfaatkan oleh para petani sebagai media penggembur tanah, media tanam, media persemaian dan bahan pupuk kompos. (Musdi et al., 2022)

Arang sekam dibuat dengan cara proses pembakaran tak sempurna (parsial) dari sekam padi. Pemanfaatan limbah arang sekam padi dapat meningkatkan produktivitas dan menjaga pelestarian lingkungan. (Rahmiati et al., 2019).

Praktek pembuatan arang sekam pada kelompok perempuan maju bersama dilakukan dari tahapan pemotongan seng polos yang kemudian dibolongi ujungnya. Selanjutnya dibuat menjadi gulungan cerobong asap dan sekam padi dibakar di bawahnya. Tujuan pembakaran sekam menggunakan teknik ini adalah agar sekam merata ketika menjadi arang dan tidak banyak menjadi abu.

Alfeus Krispinus, yang akrab disapa Pipin sebagai pemateri pembuatan arang sekam dari Yayasan Dian Tama Pontianak menjelaskan bahwa teknologi pembuatan arang ini dapat digunakan sebagai alternatif arang di wilayah lahan tanpa bakar.

“Metode lahan tanpa bakar ini sebenarnya merupakan metode yang sudah lama Dian Tama lakukan, dan basicnya diantama itu sendiri adalah teknologi arang. Jadi, bagaimana untuk mendapatkan arang yang dulu dari proses pembakaran lahan, tapi arang itu bisa dibuat dengan proses metode-metode yang tanpa langsung membakar di lahan dengan semua unsurnya bisa dimanfaatkan. Seperti arangnya bisa dapat arang, kemudian asapnya ditangkap menjadi asap cair,” terang Pipin ketika diwawancarai seusai pelatihan.

Praktek Demplot Pengelolaan Lahan Gambut Tanpa Bakar

Lahan gambut adalah bentang lahan yang tersusun oleh tanah hasil dekomposisi tidak sempurna dari vegetasi pepohonan yang tergenang air sehingga kondisinya anaerobik.Istilah lain untuk lahan gambut juga sering digunakan yaitu rawa yang diartikan sebagai lahan basah. Namun tidak berarti semua lahan basah adalah lahan rawa atau lahan gambut. Dengan kata lain lahan gambut mempunyai harkat secara umum sebagai lahan basah karena berkaitan dengan gambut. (Natanel et al., 2023)

Pengelolaan Lahan Gambut Tanpa Bakar (PLTB) oleh Yulianti dan Adji (2018) didefinisikan sebagai konsep pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, yang pada tahapan pembukaan lahan hingga pasca panen tidak adanya tindakan pembakaran.

Praktek demplot PLTB yang di galakan oleh Gemawan dan Alpekaje pada kelompok perempuan dimulai dengan penggemburan tanah gambut di lahan gambut milik salah satu anggota kelompok, yang kemudian dicampur dengan arang sekam yang sudah didinginkan. Selanjutnya tanah yang sudah dicampur dengan arang sekam ini akan didiamkan selama satu minggu untuk menetralkan pH tanah gambut.

Sumiyati Suryani, sebagai mitra Gemawan dalam penyelenggaran pelatihan ini, mengungkapkan bahwa melalui pelatihan ini kelompok perempuan Punggur Besar dapat menambah pengetahuannya yang sebelumnya memang sudah berpengalaman di bidang pengelolaan lahan menjadi lebih menyadari akan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

“Ya sebetulnya mereka ini (perempuan) udah expert di bidang pengelolaan lahan. Hanya saja, pengelolaan lahan tanpa bakar mereka belum mendapatkan itu. Mereka belum mendapatkan pelatihan atau pendidikan di situ. Sehingga, dengan adanya pelatihan ini bisa memberikan dampak kepada mereka kedepannya pertanian yang berbasis pertanian  organik,” terangnya.

Sumi juga menambahkan bahwa harapan kedepannya melalui tahapan-tahapan kecil ini kelompok perempuan dapat tumbuh dan berproses

“Harapan saya melihat ke depannya itu bahwa kelompok di sini sangat bisa untuk diberdayakan dan sangat bisa menghasilkan sesuatu yang lebih dan Sangat bisa untuk digerakkan. Karena yang namanya belajar atau kita melaksanakan satu kegiatan itu kita bertumbuh dan berproses saya percaya itu,” pungkasnya.

Sumber: Ersa

Bagikan Berita