Paus Fransiskus dan Pesan untuk Bumi: Seruan Lintas Agama untuk Tindakan Global

Jakarta – Kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia pada 3–6 September 2024 menjadi momen bersejarah yang membawa pesan persatuan bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk umat Katolik dan komunitas lintas agama. Kunjungan Paus tidak hanya menyoroti persaudaraan global, tetapi juga merupakan seruan mendesak untuk bertindak menangani krisis lingkungan yang semakin mengancam dunia.

Seruan Tindakan untuk Menjaga Bumi
Kamis, 5 September 2024, Paus Fransiskus memimpin Misa Akbar di Stadion Gelora Bung Karno dihadiri ribuan umat Katolik dari seluruh Indonesia. Misa ini adalah refleksi bagi seluruh peserta untuk mengambil bagian dalam menjaga keberlanjutan alam dan melindungi Bumi. Dalam kesempatan itu, Paus Fransiskus menyampaikan pesan yang menekankan pentingnya tindakan nyata dalam menghadapi perubahan iklim.

Kesederhanaan Paus Fransiskus: Teladan dalam Kehidupan Modern
Paus Fransiskus memberikan contoh nyata dengan tampil sederhana selama kunjungan ke Indonesia. Beliau menolak segala kemewahan yang biasa disediakan bagi pemimpin dunia, memilih terbang dengan pesawat komersial, menginap di Kedutaan Vatikan, dan menggunakan kendaraan sederhana. Ini menjadi pesan kuat bagi masyarakat Indonesia yang menghadapi berbagai tantangan sosial dan lingkunganPaus Fransiskus memberikan contoh nyata bahwa kepemimpinan yang sejati tidak diukur dari kemewahan, melainkan dari kesederhanaan dan kepedulian terhadap sesama serta lingkungan.

Paus Fransiskus juga mengunjungi Masjid Istiqlal dan bertemu dengan Imam Besar Nasaruddin Umar. Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas pentingnya kolaborasi lintas agama untuk menghadapi krisis lingkungan. Paus Fransiskus kerusakan lingkungan sebagai krisis kemanusiaan yang harus kita atasi bersama. Krisis iklim adalah masalah global yang tidak mengenal batas agama dan negara sehingga perlu tindakan kolektif menjaga lingkungan.

Kolaborasi Lintas Agama untuk Tindakan Nyata
Pesan yang disampaikan Paus Fransiskus bukan hanya untuk umat Katolik, tetapi untuk seluruh umat beragama. Paus menggarisbawahi pentingnya solidaritas dalam menghadapi perubahan iklim, dan ini dikuatkan oleh pertemuannya dengan berbagai pemimpin agama. Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb pada 2019, menyerukan persaudaraan manusia dan penolakan terhadap kekerasan atas nama agama, kini menjadi landasan semangat kolaborasi dalam menjaga alam.

Suara Lintas Iman
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Keagamaan Buddha Indonesia, Edi Ramawijaya Putra, mengungkapkan bahwa jika pemimpin agama Vatikan, Paus Fransiskus telah memberikan kita teladan untuk menggunakan energi lewat kehidupan yang sederhana, maka kita juga bisa  menggunakan energi dengan hemat, sebaik mungkin tidak berlebih-lebihan. Edi juga mengatakan, bahkan sebisa mungkin tidak melakukan tindakan yang berpotensi mengeksploitasi alam dan merusak lingkungan serta dimensi ekologis lingkungan kita.

Edi yang juga Ketua Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang ini mengatakan agama merupakan faktor penting bagi kita untuk bergerak dan melakukan partisipasi aktif terhadap pelestarian lingkungan, clean energy, dan juga agenda-agenda besar terhadap perubahan iklim. “Kedatangan Paus Fransiskus memberikan kita revitalisasi penguatan serta inspirasi bagi kita semua bahwa melalui faith (keyakinan), fraternity (persaudaraan), dan compassion (cinta kasih), kita bisa membangun dunia ini, memastikan keberlanjutan dunia ini bagi generasi berikutnya melalui energi yang bersih, energi yang berkeadilan, dan energi yang berkelanjutan,” kata Edi.

Sementara itu, pesan Paus yang menyerukan Laudato Si, menurut Aldi Destian Satya, Sekretaris Umum Dewan Pengurus Nasional Pemuda Agama Khonghucu Indonesia, mengingatkan bahwa semua orang memiliki masalah yang sama terhadap lingkungan. Krisis iklim, menurut Aldi, nyata adanya dan bisa dirasakan bersama, mulai dari perubahan iklim yang tidak menentu, panas yang ekstrim, dan terjadi bencana ekologis di berbagai daerah. “Berbicara lingkungan sama dengan berbicara kemanusiaan. Kehadiran Paus juga menjadi pengingat kita bersama agar terus berbuat baik terhadap kelestarian bumi sebagai rumah kita bersama yang perlu dijaga,” ungkap Aldi.

Irma Riana Simanjutak, United Evangelical Mission (UEM) Region Asia, mengapresiasi betapa Paus menunjukkan sikap sederhana yang dipandang khalayak ramai patut menjadi contoh teladan bagi semua pemimpin baik pimpinan agama maupun negara. “Sikap sederhana ini adalah sikap yang berlawanan dengan banyaknya pemimpin yang saat ini juga merupakan bagian dari pengrusakan alam dengan terlibat dalam kegiatan ekplorasi sumberdaya alam yang berlebihan tanpa memikirkan bagaimana bumi ini ke depan,” ungkapnya.

Menurut pegiat agama Kristen Protestan ini, jika para pemimpin berani mengatakan cukup dan hidup sederhana maka akan berpikir dua kali untuk merusak keutuhan ciptaan. “Saya kira peran agama agama sangat strategis untuk terlibat dalam upaya menyuarakan dunia yang lebih adil dan bersama sama melakukan aksi dalam mengurangi dampak krisis iklim termasuk untuk berani mengatakan cukup. Ini adalah pertobatan ekologis yang harus disuarakan semua agama atau keyakinan,” tegas Irma.

Adapun ungkapan tersebut menjadi penguat Deklarasi Bersama Istiqlal 2024. Di mana pada deklarasi tersebut menegaskan himbauan bagi semua orang yang berkehendak baik untuk mengambil tindakan tegas guna menjaga keutuhan lingkungan hidup dan sumber dayanya. “Karena kita telah mewarisinya dari generasi sebelumnya dan berharap untuk dapat meneruskannya kepada anak cucu kita,” terang kutipan Deklarasi Bersama Istiqlal 2024.

Bagikan Berita