Pontianak – Daerah paling berpolusi di Indonesia diduduki oleh sejumlah kota/kabupaten yang berada di wilayah Kalimantan Barat. Situs pemantau kualitas udara, IQAir, pada Selasa 15 Agustus 2023 menunjukkan Kota Pontianak dan Terentang berada dalam daftar 10 besar kota paling berpolusi di Indonesia.
Daftar kota paling berpolusi di Indonesia diduduki oleh:
1. Terentang
2. Tangerang Selatan
3. Serang
4. Bandung
5. Jakarta
6. Jambi
7. Tangerang
8. Palembang
9. Pekanbaru
10. Semarang
Meski hari ini, Rabu 16 Agustus 2023 tak berada dalam daftar 10 besar, indeks kualitas udara Pontianak masih berada di level mengkhawatirkan. IQAir memperlihatkan nilai indeks kualitas udara Pontianak sebesar 147 hingga sore tadi. Artinya, kualitas udara ini masih di ambang yang mengkhawatirkan.
Konsentrasi PM2.5 di Pontianak bahkan 11.2 kali lipat dari batas yang ditetapkan WHO. Particulate Matter (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer).
Hendi Suhendri, Salah satu penggagas perkumpulan Ruang Humanity Mempawah (RUMAH) menyebut Polusi udara menjadi berita yang begitu trend di media sosial akhir-akhir ini, bukan hanya di jabodetabek saja, polusi udara juga terjadi di wilayah kalimantan tak terkecuali di Kalimantan Barat.
“Salah satu penyebab utamanya ialah kabut asap akibat dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Hal ini tidak lagi asing bagi masyarakat karena kabut asap akibat karhutla seperti sudah menjadi rutinitas tahunan yang dampaknya begitu terasa, padahal BMKG sudah memprediksi dan mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk waspada dan siap siaga dalam menghadapi karhutla,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima.
Berdasarkan prediksi BMKG, terdapat potensi terjadinya penurunan curah hujan setelah 3 tahun terakhir 2020, 2021, 2022 terjadi La Nina dan kondisi curah hujan diatas normal. Sehingga, dikhawatirkan dapat terjadi peningkatan potensi Karhutla seperti yang terjadi pada tahun 2019.
Informasi tersebut, kata dia, menjadi alasan dasar bahwa Kementrian/Lembaga terkait khususnya Pemerintah Daerah masih belum cukup serius dalam mengambil langkah-langkah penanggulangan yang lebih intensif dan efisien terhadap bencana karhutla dan kabut asap yang terjadi di kalbar, mengingat dalam sepekan ini saja berdasarkan informasi dari BMKG Kalbar melalui instagramnya kualitas udara pada beberapa kabupaten/kota di kalbar mencapai kategori sangat tidak sehat hingga berbahaya, ujar Kodap, sapaan akrab Hendi Suhendri.
Lebih lanjut, Kodap mengatakan seharusnya upaya-upaya yang dilakukan untuk membangun kesadaran bersama dan mengantisipasi dampak yang di timbulkan dari kabut asap dan karhutla ini ialah RUTIN dan MASIF, memberikan sosialisasi langsung kepada masyarakat di daerah rawan bencana karhutla, penegakan hukum yang SERIUS dan ADIL serta pemberian SANKSI TEGAS terhadap pelaku pembakaran lahan.
“Jika hal-hal tersebut dilakukan secara kontinyu dan konsisten, saya yakin tingkat polusi udara dan dampak dari kabut asap akibat karhutla tidak begitu parah seperti di tahun 2015 dan 2019. Khawatirnya, imbuh Kodap, jika hal ini tidak cepat ditanggulangi maka tidak menutup kemungkinan dampak dari karhutla di tahun 2023 ini bisa lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya,” pungkasnya.
Bahwa bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) berangkat dari 2 pandangan apakah ini sengaja dibakar atau terbakar? Bila kita hubungkan dengan peristiwa alam ini merupakan laju perubahan iklim akibat akvitas defortasi yang masif.
“Dengan demikian tidak sepenuhnya kita menjustifikasi bahwa hal ini murni dari peristiwa perubahan iklim, perlu diperhatikan hal ini bagian dari penebangan liar secara masif. Perlu tindakan tegas dari pihak berwajib untuk melakukan investigasi secara terbuka dan transparan,” kata Ageng Basuki, Pegiat Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Wilayah Kalimantan Barat.
Sementara itu, Taufik Sirajuddin, Aktivis Extinction Rebellion (XR) Pontianak mengatakan Kite dulu dapat julukan paru paru dunia sekarang paru-paru nye berasap pula karne pembukaan lahan dengan cara membakar.
“Kondisi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) ini terjadi hampir setiap tahun, ini memperlihatkan bahwa pemerintah tidak serius untuk mengatasi permasalahan tersebut, seharusnya lewat Peraturan Gubernur (PERGUB) Provinsi Kalimantan Barat Nomor 97 Tahun 2020 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NOMOR 39 TAHUN 2019 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Pemerintah mampu untuk menegakkan aturan dan mencegah karhutla terjadi, tapi hari ini kita melihat karhutla kembali terjadi,” ujarnya.
Dikatakan Taufik, sapaannya, “Karhutla sangat berdampak buruk pada kondisi kesehatan masyarkat dan kondisi perekonomian masyarakat di wilayah terdampak bahkan sekolah pun pada akhirnya diliburkan. Ini adalah perhatian serius untuk kita semua bahwa krisis iklim telah nyata terjadi,” imbuhnya.
Saye tak tau kemana asap dan abu dari karhutla ini terbang, dan saye juga tak tau penyakit apa saja yang bakal mengancam karena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) itu yang paling mungkin dan asma orang2 juga bise kambuh.
“Maka dari itu perlu adanya upaya-upaya dan kebijakan yang mampu secara kongkrit mengembalikan dan menjaga kepunahan ekosistem yang ada,” tandasnya.