Pontianak – Kualitas udara di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, dalam status bahaya, yang diindikasikan dengan warna hitam, diduga buntut asap Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
Hal itu berdasarkan data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang merupakan hasil pemantauan Stasiun Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kamis 17 Agustus 2023.
Kategori Berbahaya itu berlaku untuk salah satu unsur kualitas udara, yakni PM2,5 yang nilainya mencapai 302. Hal ini membuat Kota Pontianak jadi satu-satunya wilayah di Indonesia yang mendapat kategori hitam.
Status bahaya itu terjadi sejak pukul 12.00 WIB (303), berlanjut pada jam 13.00 WIB (303), pukul 14.00 WIB (302), hingga kini pukul 15.00 WIB (301).
Sementara, indikator kualitas udara lainnya bervariasi antara Baik hingga Tidak Sehat. Berikut rincian data ISPU Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK):
1. PM10 skor 153, status Tidak Sehat.
2. PM2.5 skor 302, Berbahaya.
3. SO2 (Sulsfur Dioksida) 39, Baik.
4. CO (Karbon Monoksida) 114, Tidak Sehat.
5. O3 (Ozon permukaan) 9, Baik.
6. No2 (Nitrogen Dioksida) 43. Baik.
7. HC (Hidrogen Karbon) 107, Tidak Sehat.
PM10 merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron (mikrometer), bentuknya bisa berupa asap, debu, jelaga, garam, asam, dan logam.
Sementara, PM2,5 adalah partikel halus di udara yang ukurannya 2,5 mikron atau lebih kecil.
Menurut data situs pemantau udara IQAir, dua Kota di Kalbar merajai wilayah dengan kualitas udara terburuk secara nasional. Yakni, Terentang dengan skor 198 (Tidak Sehat) dan Mempawah dengan nilai 173 (Unhealthy).
Berdasarkan Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara, ISPU dikategorikan ‘baik’ jika berada di rentang 0-50. Sedangkan 50-100 dikategorikan ‘sedang’. 101-199 masuk kategori ‘tidak sehat’, 200-299 dikategorikan ‘sangat tidak sehat’, dan lebih dari 300 dikategorikan ‘berbahaya’
Hingga kini kepulan asap tebal masih menyelimuti seluruh wilayah di Kalimantan Barat. Beberapa wilayah seperti Kubu Raya, Ketapang dan Mempawah masih diselimuti kepulan asap tebal akibat kebakaran lahan.
Rizqy Fathi Muharram Prasitha, Tim Cegah Api Greenpeace Indonesia dalam keterangan tertulisnya menyebut Intinye, yang selama ini koar-koar ngeloh same kebakaran lahan, lebih baek liat langsung kejadiannye di lapangan, lebeh bagos turon langsung ikot pemadaman biar paham dan bergune tenagenye untok orang banyak, ujarnya.
“Percume kite ngomong ini itu, harusnye begini begitu, tapi cume bise berkomentar buruk di media sosial. Urusan penanganan nye, itu udah ade orang/pihak-pihak yang menanganinye,” katanya lagi.
“Buat kaum-kaum rebahan, ayok kite same-same turun ke lapangan buat mengatasi bencana ini. Jangan saling menyalahkan, itu bukan solusi. Udah ade orang/pihak-pihak yang mengurusi hal itu. Yang paling penting sekarang, bagaimane kite berusaha buat bencana ini ndak semakin meluas,” ajaknya.
Presidium 1 FKBK, Rahul Fikri menyampaikan “Secercah Harapan Kepada Pemerintah dan pihak terkait untuk menanggulangi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Bisa kita rasakan bersama melihat Kalbar sekarang terkhusus di Kota Pontianak sudah memasuki Fase Udara Tidak Sehat karena dampak Karhutla ini,” imbuh dia.
Rahul Fikri mengimbau untuk masyarakat mempercayai ke pemerintah dan pihak terkait untuk menanggulangi Kebakaran hutan. Maka dari itu, kata dia, kami menaruh harapan penuh terkait Kebakaran hutan ini kepada pemerintah dan pihak terkait.
“Kami berharap pemerinah dan pihak terkait tidak membiarkan asap terus bergentayangan hingga semakin pekat dan menghimbau masyarakat agar jangan membuka lahan dengan cara membakar pada saat musim kemarau karena sangat berbahaya,” katanya lagi.
Ia juga meyakinkan masyarakat untuk percaya dengan pemerintah dan pihak-pihak yang terkait untuk mencegah terjadinya karhutla.
“Untuk mencegah terjadinya Karhutla masyarakat harus bersinergi dengan kepolisian guna memberikan informasi ketika ditemukan titik api diwilayahnya agar segara melaporkan kepada polres terdekat yang ada di wilayah nya agar dapat ditanggulangi dengan cepat” ucapnya.
“Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang masih terjadi dari tahun ke tahun menjadi pembuktian abainya semua pihak dalam permasalahan ini. Kita dapat membuktikan ketidakseriusan pemerintah dalam penanganan Karhutla, “apel besar” penanggulangan Karhutla yang terus dilakukan setiap tahun, seharusnya juga diimbangi dengan “desain besar” langkah-langkah penanganan karhutla,” ujar Jaka Kembara yang merupakan warga terdampak Karhutla Kabupaten Sintang.
Kita dapat melihat langkah mitigasi yang dilakukan hanya terbatas pada slogan-slogan. Pemetaan daerah rawan Karhutla dilakukan masih bergantung pada gambar peta citra satelit semata, belum melihat aktivitas pengelolaan lahan yang berpotensi terjadi Karhutla.
“Belum adanya sinergi dengan masyarakat dalam mitigasi dan penanganan Karhutla, pada pengalaman yang terjadi masyarakatlah sumber informasi awal saat terjadi Kathutla, seandainya sinergi terjadi bukan tidak mungkin deteksi dan penanganan awal karhutla dapat dilakukan oleh masyarakat jika mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang cukup,” katanya lagi.
Dikatakan, Jaka sapaannya, masyarakat sebagai pihak yang merasakan dampak langsung juga seharusnya dapat menjadi lebih waspada dengan perubahan musim yang terjadi, waspada dengan aktivitas pengelolaan lahan yang ada disekitar lingkungan mereka. Kewaspadaan tinggi yang ada dimasyarakat dapat diharapkan menjadi alat kontrol terbaik terhadap kebijakan pemerintah terutama yang terkait langsung dengan pengelolaan lahan dan mitigasi Karhutla, kewaspadaan masyarakat juga dapat menjadi alat deteksi dini terbaik dalam penanganan karhutla, imbuhnya.
Lebih jauh, Jaka berujar, dalam kasus Karhutla, peran penanganan Karhutla bukan hanya peran garda-garda terdepan seperti manggala agni, relawan atau TNI/POLRI saja. Tetapi, kata dia, ini peran yang harus diambil semua pihak, masyarakat dapat memberikan dukungannya kepada semua garda terdepan dalam penanganan Karhutla.
Perusahaan atau masyarakat pengelola lahan dapat lebih memperhatikan pelestarian dan keberlanjutan lingkungan yang dikelolanya, dan pemerintah dengan semua kebijakannya dapat memperhatikan bagaimana kebijakan yang diambil berpihak pada pengelolaan lingkungan yang arif dan berkebelanjutan serta berpihak pada kepetingan masyarakat banyak.
Sementara itu, Ketua Pokdarwis Rajak Binua Bumu’tn, Andreas Andre mengatakan Buruknya kualitas udara di Kalimantan Barat secara jelas adalah dipengaruhi oleh Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), yang mana ada sekitar 800 hingga 900 (Data Firms Fire Map) sebaran titik api di Kalimantan Barat dalam minggu ini.
“Jika kita lihat lebih jauh ke belakang, terjadinya Karhutla di Kalimantam Barat tentu saja tidak terjadi dengan sendirinya, pasti ada yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja untuk membakar lahat tersebut, ditambah lagi sekarang musim kemarau yang membuat api sangat mudah untuk menyebar ke lahan yang lain,” katanya.
Ande sapaannya, berujar Dampak dari kualitas udara di Kaliamantan Barat yang semakin memburuk tentu akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas masyarakat, terutama bagi masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan, tidak hanya itu, imbuh dia, hal yang sama pun juga mempengaruhi aktivitas anak sekolah secara langsung yang dapat menyebabkan ganguan pernafasan pada mereka.
“Harapan saya, semoga bencana ini dapat segera teratasi agat kita dapat beraktivitas secara normal kembali, dan untuk kita semua tolong jangan membakar lahan baik sengaja tau tidak karena hal tersebut berdampak buruk bagi semua makhluk yang ada, bukan hanya bagi si pelaku saja,” pungkasnya.