Pontianak – Sidang lanjutan kriminalisasi Mulyanto berlangsung di Pengadilan Negeri, Senin (01/04/2024). Agenda sidang adalah pembacaan keberatan/eksepsi dari Penasihat Hukum Mulyanto terhadap dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum.
Penasihat Hukum Mulyanto dari Tim Hukum, LBH Kalbar menyatakan keberatan/eksepsi tentang kewenangan mengadili, memberikan kesimpulan bahwa tempat kejadian perkara (Locus Delicti) keliru dan tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Bengkayang, melainkan di Pengadilan Negeri Sambas. Sehingga Pengadilan Negeri Bengkayang tidak memiliki kompetensi relatif dan tidak berwenang untuk memproses, memeriksa, dan mengadili perkara a quo.
“Oleh karena itu Surat Keputusan Mahkamah Agung RI. Nomor: 59/KMA/SK.HK2.1/II/2024 tidak sah karena telah didasarkan pada kekeliruan dalam penentuan locus delicti, sehingga bertentangan dengan Pasal 84 ayat (1) KUHAP,” kata Dunasta, anggota tim penasihat hukum.
Tim penasihat hukum dari LBH Kalbar juga menyampaikan eksepsi dakwaan tidak dapat diterima, yang memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdakwa adalah Pembela HAM dan menjalankan aktivitas pembelaan terhadap hak asasi, hak konstitusional, dan hak normatif buruh Duta Palma Group, sehingga surat dakwaan Penuntut Umum terkategori sebagai Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP), atau penggunaan hukum pidana yang sewenang-wenang, sehingga bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jo Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Jo Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 Jo Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/2013 jo Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pengesahan Standar Norma dan Pengaturan Tentang Pembela Hak Asasi Manusia;
2. Surat dakwaan Penuntut Umum error in Persona, karena terdakwa adalah Pembela HAM yang seharusnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terkait aktivitas pembelaannya terhadap buruh, dan/atau error in persona karena dalam dakwaan pertama, atau dakwaan kedua, atau dakwaan ketiga, nyatanya penuntut umum telah mendakwa seseorang yang tidak mempunyai hubungan hukum dan pertanggungjawaban dengan tindak pidana atau kejahatan yang didakwakan;
3. Dakwaan penuntut umum telah keliru dalam hal perbarengan tindak pidana, dengan menyampaikan dakwaan secara alternatif, kendati tindak pidana yang disangkakan terdiri dari tindak pidana khusus dan tindak pidana umum yang harusnya dibuat secara kumulatif, sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 63 KUHP;
Tim penasihat hukum dari LBH Kalbar juga menyampaikan eksepsi dakwaan batal demi hukum, yang memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dakwaan penuntut umum yang tidak mencantumkan locus delicti secara benar merupakan tindakan culpa (lalai/alpa) sehingga tidak memenuhi syarat materil sebagaimana yang diharuskan sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP;
2. Dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap (Obscuur libel) sehingga tidak memenuhi syarat materil sebagaimana yang diharuskan sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP ;
3. Penuntut Umum tidak menghadirkan Terdakwa secara Offline dalam Persidangan, telah mengakibatkan terdakwa telah dan/atau potensial memberikan jawaban secara tidak bebas, dan oleh karena itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 153 ayat (2) huruf b KUHAP.
Atas kesimpulan tersebut, Penasihat Hukum Mulyanto memohon kepada Majelis Hakim, sebagai berikut:
1. Menerima keberatan/eksepsi dari penasihat hukum terdakwa;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Pontianak tidak berwenang untuk mengadili perkara atas nama terdakwa Mulyanto alias Koko Bin Asua;
3. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Register Perkara: PDM-148/PTK/03/2024, tertanggal 14 Maret 2024, dalam perkara tindak pidana Nomor: 157/Pid.Sus/2024/PN Ptk, Tertanggal 14 Maret 2024, atas nama Terdakwa Mulyanto Alias Koko Bin Asua tidak dapat diterima;
4. Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Register Perkara: PDM-148/PTK/03/2024, Tertanggal 14 Maret 2024, atas nama terdakwa Mulyanto alias Koko Bin Asua batal demi hukum;
5. Membebaskan terdakwa Mulyanto alias Koko Bin Asua dari segala dakwaan;
6. Memerintahkan Penuntut Umum untuk mengeluarkan terdakwa Mulyanto alias Koko Bin Asua dari dalam tahanan setelah putusan ini diucapkan;
7. Menetapkan barang bukti dikembalikan kepada terdakwa Mulyanto alias Koko Bin Asua selaku pemiliknya;
8. Memulihkan kemampuan, nama baik, harkat, dan martabat terdakwa Mulyanto alias Koko Bin Asua ke dalam kedudukan semula;
9. Membebankan semua biaya perkara kepada negara.
Sebelum hakim ketua, Desak Hadirkan Mulyanto di Ruang Sidang Proses persidangan, pada Senin (01/04/2024) masih tetap menghadirkan Mulyanto secara online, meskipun anggota Aliansi Buruh Sambas Bengkayang dan mahasiswa terus mendesak Pengadilan Negeri Pontianak agar menghadirkan Mulyanto secara langsung.
Sebelum sidang ditutup, tim penasihat hukum menanyakan apakah permohonan persidangan secara langsung akan dikabulkan. Selain itu Mulyanto juga menyampaikan pernyataan terkait pelaksanaan sidang yang tidak menghadirkannya langsung di Pengadilan Negeri Pontianak.
“Saya merasa sangat keberatan dengan sidang online. Saya kurang jelas mendengar. Merasa kurang bebas mengikuti peradilan,” katanya.
Pernyataan tim penasihat hukum dan Mulyanto langsung ditanggapi oleh Hakim Ketua, Arief Boediono. “Kami sedang mempertimbangkannya,” ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa sidang selanjutnya digelar pada Kamis, 4 April, dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi kuasa hukum Mulyanto.
Hingga sidang selesai, di luar halaman Pengadilan Negeri Pontianak, massa anggota Aliansi Buruh Sambas Bengkayang menggelar aksi damai, memprotes sidang yang dilakukan tanpa menghadirkan Mulyanto. Buruh berharap majelis hakim bersikap jujur, adil, dan transparan demi menegakkan kebenaran dan keadilan.