Mempawah – Sebuah Film berjudul ‘Tanah Moyangku’ besutan Watchdoc Documentary bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Belanda KITLV menjadi topik diskusi dan pembiacaraan sejumlah peserta yang terdiri dari Organisasi Kepemudaan, Jurnalis, Aktivis, Mahasiswa hingga Masyarakat Sipil. Seperti yang dilakukan di Warung Kopi Kampoeng Baru, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Sabtu (20/01/2024).
Nonton Bareng (Nobar) dan Diskusi film tersebut, digagas oleh Kolektif Muda-Mudi bersama Alumni Sigma Mempawah dengan menghadirkan tiga (3) pemantik, yakni Catur Setiowati; Alumni Sigma Mempawah, Fathur IC; Sadar Baca Institut, Lani Ardiansyah; Aktivis Gemawan, dan dipandu Ageng; Jurnalis, Penulis Lepas.
Pertemuan ini bukan hanya sekadar acara nonton dan diskusi biasa. Ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran kolektif bagi masyarakat khususnya kaum muda agar terus menjalankan peran edukatifnya. Dan memberikan wadah bagi masyarakat untuk bersuara, serta mendorong perubahan positif dalam lingkungan mereka.
Dalam sesi diskusi, Fathur IC dari Sadar Baca Institut menyampaikan bahwa puncak dari literasi tertinggi itu adalah bagaimana kita mampu mengasa kepekaan terhadap realitas sosial. “Literasi itu bukan hanya sekedar kita membaca diksi-diksi dari setiap buku yang kita punya dan literasi bukan hanya kemudian kita hadir dalam forum forum kajian diskusi ilmiah. Tetapi literasi juga bagaimana kita peka terhadap entitas sosial di lingkungan terdekat kita. Apakah sedang terjadi masalah disekeliling kita, dan lain lain,” katanya.
Itulah yang seharusnya menjadi perhatian, dimana sebagai generasi muda mempawah, kata dia, saya berharap dengan adanya momentum pada malam hari ini, kita dapat sama sama memiliki komitmen yang kuat dalam meningkatkan budaya literasi,“ ujar Fathur menambahkan.
Sesi diskusi berikutnya pula Lani Ardiansyah, Aktivis Gemawan menyampaikan dengan lugas mengenai sejarah setelah kemerdekaan Indonesia yang terdapat payung hukum mengenai hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). “Ini diharapkan dapat menjadi sumber keadilan untuk masyarakat dalam mencari keadilan walaupun dalam faktanya di lapangan sangat tidak sesuai,“ ujarnya.
Bahwa dalam beberapa kali kesempatan saat melakukan audiensi bersama pihak instansi terkait. Pihak instansi terkait tersebut selalu mengedepankan adanya investasi yang pada akhirnya tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Maka daripada itu, imbuh Ucup sapaannya, “Gemawan yang juga saat ini melakukan berbagai pendampingan secara langsung di desa desa binaan, kami menekankan bagaimana masyarakat mampu mengoptimalkan SDA itu secara bijak sehingga pada akhirnya juga mampu membangun kemandirian ekonomi mereka,” ujar dia.
Disisi lainnya, ada berbagai macam permasalahan di lapangan yang menjadi hambatan dan tantangan untuk masyarakat. Dimana mereka harus berhadapan dengan aparat penegak hukum ketika berkonflik dengan perusahaan tempatnya bekerja. “Oleh karena itu hal seperti ini penting untuk diperhatikan dalam kondisinya di lapangan. lewat momentum malam ini, ujar dia, kami mengajak para peserta yang hadir untuk ikut mengambil peran dalam pembangunan di desanya masing-masing khususnya untuk kawan-kawan generasi muda kabupaten mempawah,” pungkasnya.
Dikesempatan yang sama, Catur Setiawati, Alumni Sigma Mempawah memaparkan mengenai bagaimana apa yang digambarkan dari film tersebut bahwa adanya ketimpangan dan ketidakadilan ruang mengakibat munculnya konflik. Data menunjukkan hampir 95% dikuasai oleh swasta.
“Ketika berbicara mengenai tata ruang ini merupakan hal yang sangat penting. Baik itu dalam hal distribusi sumber daya, dalam hal peruntukan ruang dan lahan serta lainnnya. Dan dalam menyusun tata ruang wilayah itu banyak hal yang harus diperhatikan, terutama dalam ruang tanah adat. Karena harus memperhatikan memperhatikan kearifan lokal khususnya hak atas tanah ulayat,” jelasnya.
Ia menambahkan dalam proses penyusunan rancangan tata ruang juga diperlukan kajian isu strategis yang komprehensif. Sehingga dapat mengakomodir segala kebutuhan dan tidak mengabaikan kepentingan kepentingan masyarakat,“ ujarnya.
Catur juga mengajak para peserta yang hadir untuk ikut mengambil bagian dalam mengawal proses penyusunan dokumen RTRW agar bisa meminimalisir terjadinya konflik yang tidak diinginkan seperti apa yang digambarkan pada film tersebut.
Pada sesi tanya jawab, para peserta yang hadir dari berbagai latar belakang itu sangat antusias untuk memberikan pertanyaan dan pesan pesan kolaboratif ke para pemantik diskusi pada acara tersebut. Dan diakhir sesi diskusi ini, para pemantik memberikan closing statementnya masing-masing.
Seperti yang disampaikan oleh Fathur mengenai bagaimana pada akhirnya kita mampu memberikan penegasan dan solidaritas itu akan menjadi berat ketika satu orang yang memperjuangkan. “Tetapi perubahan itu mungkin akan jauh lebih niscaya ketika kita mampu bersinergi dengan bersama untuk merebut perubahan itu,” ujarnya.
Berbicara mengenai reforma agraria tujuannya adalah perubahan dan pemerataan, itu consert nya dengan berbagai skema, misalnya seperti legalisasi aset, restribusi tanah, dan keadilan sosial. Itu skema skema sosial yang sekiranya dapat kita lakukan. Tetapi dalam hal ini, kata Ucup, juga ada dua pemicu yang menjadi konflik agraria ini. Pertama, diakibatkan dari kurang tepatnya dari hukum dan kebijakan UUPA, baik itu dari tumpang tindih atas status tanah, dan kepemilikan atas tanah. Kedua, ketidakadilan dalam proses penyelesaian sengketa tanah sehingga terjadinya konflik. Maka dari itu ayo kita berdaulat, berdiri di kaki sendiri,“ ujar dia.
“Harapan saya aksi kolaboratif seperti ini tidak berhenti disini, harapan saya akan ada lanjutan dimana kita sebagai penggerak dapat lebih peduli mengenai tata ruang di Kabupaten Mempawah. Kita dapat sama sama mengawal dan melakukan monitoring serta evaluasi untuk rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Mempawah terkhususnya,“ ujar Catur Setiowati.
Dengan kesuksesan premiere ini, diharapkan bahwa semangat kolaborasi antara generasi penerus dan alumni Sigma Mempawah akan terus berkembang, menciptakan momentum positif bagi pembangunan budaya lokal. Dan acara ditutup dengan sambutan hangat dan semangat bersama, menandai awal dari perjalanan panjang menuju budaya yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.