Pontianak – Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) Kalbar berkolaborasi bersama Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (MHH PWM) Kalbar mengadakan Diskusi Publik bertajuk “Catatan Kelam: Pelanggaran HAM Sepanjang Tahun 2023”, Jumat (20/10/2023).
Kegiatan dilaksanakan di Masjid Nuruddin, Universitas Muhammadiyah Pontianak, dengan dihadiri perwakilan Komnas HAM RI, LBH Kalbar, MHH PWM Kalbar, dan melibatkan peserta berlatar belakang akademisi, jurnalis, advokat, kelompok masyarakat sipil, serta mahasiswa.
Ketua Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalbar, Anshari menyampaikan, “saya mengumpulkan begitu banyak ayat Al-Quran yang menjadi dasar dari hak asasi manusia seperti dalam Surah Al-Isra:70 tentang hak persamaan dan kebebasan, Al-Maidah: 45 tentang hak hidup, At-Taubah: 6, dan masih banyak lagi,” urainya saat memulai diskusi dengan menjabarkan dasar-dasar HAM yang bersumber dari Al-Quran.
Ia mengatakan ketentuan HAM dan keadilan itu selaras berjalan berkeinginan dan diapit didalam konstitusi kita UUD 1945 yang 70%-80% itu soal HAM. Hak untuk berbicara mengemukakan pendapat, mendapatkan kesejahteraan, mendapatkan kehidupan yang layak, persamaan dimata hukum, serikat berkumpul, dan seterusnya. “Menjadi respon dari potensi atau kesepahaman bersama masyarakat indonesia yang kemudian bermuara di universal declaration of human right atau deklarasi universal hak asasi manusia 10 November 1948,” jelasnya.
Langkah-langkah pengaturan tentang HAM itu banyak sekali yang sudah ada dan berlaku untuk masyarakat Indonesia, UU No 12 tahun 2005 yang mengatur tentang hak sipil dan politik, yang menjaga hari ini kita bisa makan enak. “Hak-hak asasi dasar manusia yang merupakah sebuah terjemahan secara kodrati atau lahiriah harus terus terjaga dan dijamin oleh negara melalui pemerintah,” kata Anshari.
Ketua Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalbar itu menyebut, Pelanggaran hak asasi manusia jika kita tilik sudah terjadi sejak sebelum Indonesia merdeka, jadi konflik kepentingan itu niscaya. Pada tesisnya Anshari mengangkat judul tesis yang berkaitan dengan HAM berjudul Delik Terhadap Keamanan Negara (Makar) di Indonesia (Suatu Analisis Yuridis Normatif pada Studi Kasus Sultan Hamid II). Sekarang kita bisa lihat bahwa ada semacam pengulangan sejarah seperti pelanggaran hak asasi manusia yang terbaru.
Kita bisa lihat kasus rempang yang sampai hari ini masih menjadi persoalan, kata Anshari, Kasus kekerasan terhadap perempuan, kemudian kelompok rentan seperti difabel. “Kelompok difabel ini yang masih minim perhatian dari sisi pelibatan penyusunan kebijakan, bangunan yang belum ramah terhadap kelompok difabel, hingga kegiatan yang belum mampu menjangkau kelompok ini seperti masih melewatkan penggunaan juru bahasa isyarat untuk tuna rungu dan tuna wicara,” ujarnya.
“Dari sisi HAM dan lingkungan ketika Hutan hujan tropis kita di Kalbar ditebang dan diganti oleh tanaman sawit, pohon-pohon yang tingginya kurang lebih sama dengan gedung-gedung yang ada di jakarta, pertanyaannya kayu kayu yang ditebang dibawa kemana,” imbuh dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan Presentase sisa pohon kita sekarang berapa, yang masih menjadi ciri khas di Kalbar seperti pohon belian yang nyaris jarang ditemukan, kemudian kita lihat dari sisi pertambangan, ketika kita melintas di udara menggunakan pesawat itu nampak jelas pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat, dimana tidak adanya perizinan operasional, eksplorasi, dan eksploitasi yang tidak dikeluarkan oleh pemerintah kota maupun kabupaten.
“Sekarang sudah tersentral ke pusat akibat UU CIPTAKER, akhirnya justru yang diuntungkan adalah perusahaan-perusahaan besar, dan pada akhirnya masyarakat pribumi dirampas hak hidupnya disitu dan seolah menjadi seperti tamu di negeri sendiri,” tukasnya mengakhiri.