Pontianak – Mulyanto, pejuang buruh yang dikriminalisasi, membacakan pembelaan atau pledoi pada sidang di Pengadilan Negeri Pontianak, Selasa (09/07/2024). Mulyanto dan kuasa hukumnya, menyoroti tentang jeratan hukum justru menyasar kepada orang-orang tertindas, bukannya menindak ketidakadilan dan kesewenang-wenangan PT Duta Palma Group, milik koruptor Surya Darmadi.
“Secara logika kita berpikir, mengapa 18 hari kami mogok damai tenang dan tidak ada keributan? Bahkan aset-aset perusahaan pun kami jaga dengan aman dan baik. Mengapa kami harus menunggu sampai hari ke-19 untuk konfrontasi dengan aparat? Apakah tim kejaksaan pernah menyelidiki kejadian dan fakta sebenarnya?” kata Mulyanto membacakan pledoi.
Mulyanto dituntut dua tahun hukuman penjara dipotong masa tahanan. Padahal menurut Mulyanto, dia tidak pernah memprovokasi buruh pada aksi 19 Agustus 2023 untuk melakukan pengrusakan.
“Saya tidak pernah mengucapkan kata-kata ‘serang, bakar, hancurkan’ seperti yang disebutkan oleh jaksa. Klaim ini adalah rekayasa yang dilakukan oleh penyidik Polda untuk menahan saya. Saya menolak tuduhan ini dengan tegas dan mengajukan pertanyaan kritis terhadap keabsahan bukti yang diajukan dalam persidangan ini,” tutur Mulyanto.
Sebaliknya, pada aksi 19 Agustus tersebut, terdapat buruh-buruh yang menjadi korban. Termasuk anak-anak, perempuan, dan pejuang yang mengalami kekerasan dari aparat keamanan. Mulyanto berharap agar persidangan mempertimbangkan bahwa ada korban-korban tersebut.
Tim kuasa hukum Mulyanto, menilai bahwa berdasarkan fakta persidangan, tidak ada bukti yang mendukung klaim bahwa terdakwa melakukan tindakan yang sesuai dengan dakwaan serta tuntutan yang diajukan oleh JPU. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius akan keabsahan tuntutan yang diberlakukan terhadap Terdakwa. Bukti-bukti yang telah disajikan dalam persidangan tidak menguatkan tuntutan yang diajukan, menyiratkan bahwa argumentasi JPU mungkin didasarkan pada premis yang lemah atau bukti yang tidak memadai.
“Ahli pidana dan ahli forensik yang tidak dihadirkan dalam persidangan, namun diklaim sebagai alat bukti. Yang menarik dalam kasus ini, Mulyanto dikenakan dakwaan alternatif, yakni UU Darurat dan pasal 170 KUHP. Sehingga sampai sekarang Mulyanto sudah 8 bulan menjalani masa tahanan. Mulyanto sebagai pejuang buruh, memperjuangkan kawan-kawannya dan hak-haknya sebagai buruh, sudah dikriminalisasi,” kata Kamarussalam, kuasa hukum Mulyanto.
Ditambahkan Irenius Kadem, kuasa hukum Mulyanto, dalam pledoi menyampaikan bahwa dakwaan dan tuntutan tidak bisa dibuktikan oleh jaksa. Oleh karenanya kuasa hukum minta Mulyanto dibebaskan oleh majelis hakim.
Menurut Kepala LBH Kalbar, Ivan Wagner, Mulyanto seharusnya tidak dapat dikriminalkan, karena dia adalah pembela Hak Asasi Manusia (HAM). “Kami menilai bahwa kekeliruan yang nyata dalam kriminalisasi Mulyanto, merupakan bentuk penuntutan yang jahat atau malicious prosecution dan bentuk penghinaan terhadap peradilan atau judicial harrasement yang dilakukan aparat penegak hukum. Baik Kepolisian maupun Kejaksaan. Karena kriminalisasi bertentangan dengan asas legalitas.”
Tim kuasa hukum membacakan pledoi setebal 108 halaman yang berjudul “Sehabis Hujan Peluru dan Kabut Gas Air Mata Terbitlah Kriminalisasi?”
Pada akhir sidang, Hakim Ketua, Arief Boediono, menyatakan bahwa sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (17/07/2024) dengan agenda replik oleh Jaksa Penuntut Umum.