Menjaga Asa Keberlanjutan Pangan di Singkawang Utara

Menjaga Asa Keberlanjutan Pangan di Singkawang Utara. (Dok. Muhammad Yamin Adysa Putra dan Mohammad R, Pegiat Gemawan)

Di Kota Singkawang, Kecamatan Singkawang Utara diarahkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). LP2B bertujuan untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan hingga dapat tercapainya kedaulatan pangan.

Kecamatan ini terbagi menjadi 7 kelurahan, yakni Kelurahan Sungai Garam, Naram, Sungai Bulan, Sungai Rasau, Setapuk Kecil, Setapuk Besar, dan Semelagi Kecil. Total luas wilayahnya sebesar 6.665 hektar. Yang terluas adalah Kelurahan Semelagi Kecil, yakni 1.723 hektar. Sementara Kelurahan Sungai Garam Hilir merupakan wilayah terkecil, 424 hektar.

Jumlah populasi yang tumbuh secara eksponensial menekan keberadaan lahan sawah. Singkawang Utara memiliki laju pertumbuhan penduduk terbesar di Kota Singkawang, yakni 2,79% (BPS Kota Singkawang, 2023). Lokasinya yang dekat dengan pusat kota membuat wilayah ini menjadi incaran para pengembang perumahan.

Pada tahun 2022, total penduduk Singkawang Utara sebanyak 32.745 jiwa (BPS Kota Singkawang, 2023), dengan kepadatan 491 jiwa per kilometer persegi. Sementara di tahun 2020, kepadatan penduduk Singkawang Utara adalah 465 jiwa per kilometer persegi (BPS Kota Singkawang, 2021) dan 475,66 per kilometer persegi pada 2021 (BPS Kota Singkawang, 2022).

Menurut BPS Kota Singkawang (2023), 14,82% lahan di Kecamatan Singkawang Utara merupakan lahan sawah. Pada tahun 2019, luas lahan sawah di wilayah ini 1.175 hektar (Avista Planotama Konsultan, 2022) namun berkurang menjadi 988 hektar di tahun 2022 (BPS Kota Singkawang, 2023).

Tabel Luas Lahan Sawah di Kecamatan Singkawang Utara Tahun 2015-2022. Sumber: Diolah dari BPS Kota Singkawang, 2023.

Menjaga Asa Keberlanjutan Pangan di Singkawang Utara

Namun di tengah ancaman alih fungsi sawah, masih ada para pahlawan pejuang pangan yang menjaga tanah dan sawah mereka.

Salah satu pahlawan itu bernama Susi, sosok perempuan inspiratif yang menjaga sawahnya dengan cinta dan dedikasi. Ia bekerja keras menjaga pasokan beras, tidak hanya untuk keluarganya, tetapi untuk banyak orang.

Sejak belia, Kak Susi menanam padi. Ia belajar berumme (umme = sawah/ladang) dari ibunya. Jika dulu menanam padi di umme milik sang ibu, kini Kak Susi mengelola umme miliknya sendiri. Meski hanya 1 hektar, banyak manfaat telah diperoleh.

“Tak perlu membeli beras, karena kebutuhan kami sekeluarga tercukupi dari hasil umme,” ujarnya.

Dampak perubahan iklim juga ia rasakan. Bila dulu pernah memeroleh hingga 10 ton per hektar, kini hanya separuh yang dihasilkan umme miliknya.

“Suhu udara yang panas menyebabkan padi banyak rusak,” tambahnya.

Meski demikian, asanya tak pernah surut. Karena baginya, umme bukan semata-mata sumber penghidupan, melainkan bagian dari identitas dan warisan budaya. Identitas yang telah menjadi bagian dirinya selama ini.

Penulis: Muhammad Yamin Adysa Putra dan Mohammad R, Pegiat Gemawan

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan