Teater “DEMO-KREASI” Akar Rumput Manifestasi Diplomasi Kebudayaan

Pementasan teater bertajuk “Demo-Kreasi” yang berlangsung selama dua (2) hari sejak tanggal 22-23 Desember 2023 di Aula Abdul Rani, IAIN Pontianak. (Dok. Teater Komsan)

Panggung gelap diiringi Mars Pemilu. Ketika cahaya lampu jatuh, diatas panggung terlihat beberapa warga hilir mudik, bergotong-royong mempersiapkan pesta demokrasi. Dari arah kursi penonton mantap terdengar Seseorang bermonolog.

Pak Rt: “Saya mencintai Demokrasi… Tapi, karena saya rakyat kecil, makanya saya tidak kelihatan seperti pejuang, apalagi pahlawan.”

Pak Rt: “Sebagai Ketua Rukun Tetangga (Rt) Gang Gugusdepan, Saya sangat bangga kepada warga saya. Mereka akan serentak berdiri dan berbaris jika ada kekuatan ataupun pihak yang menyatakan anti terhadap Demokrasi.”

Ini merupakan serangkaian prolog dalam naskah Demokrasi karya Putu Wijaya. Monolog ini sengaja ditulis ulang oleh Ali Wafan (2016), sebagai bahan dasar pertunjukkan teater. Dipentaskan secara ensemble acting dengan menghidupkan unsur dramatic (Acting, singging, dancing) oleh Komunitas Santri IAIN Pontianak pada awal Januari tahun depan.

Sebagaimana yang kita ketahui. Hangat dan maraknya obrolan seputar politik Pilpres serta Pilleg (Pemilu. Februari 2024). Kemudian hari pasti akan berpengaruh secara langsung pada masa depan Indonesia.

Kondisi inilah yang menggugah kesadaran UKM Teater Komsan IAIN Pontianak sehingga terlibat aktif berdiskusi kemudian secara kolektif (kelompok mahasiswa dan kelompok kesenian) bahu-membahu untuk merefleksikan wajah serta pemahaman masyarakat dalam praktik berdemokrasi.

Tentunya melalui media seni pertunjukan atau teater. Kali ini Komunitas Santri ingin mengingatkan kembali pada kita semua, bahwa “Rakyat kecil merupakan penjaga utama persatuan. Merekalah pemilik murni semangat dalam mewujudkan demokrasi ala Indonesia.” Sebagai warga negara sudah menjadi tugas dan kewajiban kita bersama untuk terus merawat kesadaran demi menjaga demokrasi saat ini.

Lonceng berdentang, lampu fade out sangat perlahan, suasana drastis berubah. Diatas panggung semuanya membisu. Masyarakat, Pak Camat dan ajudan membeku.

Pak Rt: “Saya khawatir kalau batasan-batasan saya tentang demokrasi akan disalahgunakan. Apalagi kalau sampai terjadi perbedaan tafsir, yang dapat menjadikannya bertolak belakang. Atau mungkin karena saya tidak tahu apa itu demokrasi.”

Keberagaman tafsir dalam demokrasi saat ini merupakan satu point yang penting untuk kita bicarakan bersama. Apalagi ditengah mayoritas pemilih yang merupakan generasi milenial dan gen z pada musim Pemilu 2024 nanti. Sebab tafsir demokrasi yang baik tentunya bermula dari pengetahuan yang baik (teoritik maupun praktek). Semakin banyak ruang dialog, semakin beragam cara kita berbagi pengetahuan demokrasi, maka akan semakin teguh kita dalam memegang prinsip-prinsip demokrasi.

Melansir hasil rekapitulasi DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Mayoritas pemilih dalam Pemilu 2024 didominasi oleh kelompok milenial, yaitu sebanyak 66.822.389 atau 33,60%, serta 46.800.161 atau 22,85% merupakan gen z.

Demokrasi di Indonesia semakin nyata, pembangunan dan modernisasi berkembang pesat, proses belajar mengajar serta metode dalam transfer pengetahuan semakin moderen. Teater Komunitas Santri IAIN Pontianak lewat medium seni pertunjukan yang berjudul “DEMO-KREASI” mengajak segenap pelaku seni dan penonton terutama generasi milenial dan gen z untuk memaksimalkan peran masing-masing dalam mensukseskan agenda demokrasi kedepan.

“Suksesnya Pesta demokrasi atau Pemilihan Umum 2024 kelak, harus kita maknai sebagai kemenangan kita bersama. Kemenangan generasi emas Indonesia. Kemenangan demokrasi Indonesia.”

Lonceng kembali berdentang. Puisi “Dalam Do’aku” (Sapardi Djoko Damono) dibangun bersamaan dengan robohnya Siti dalam genangan darahnya sendiri. Musik dan syair tenggelam dalam suasana duka.

Pak Rt: “… Perempuan dan anak-anak menjerit ketakutan. Saya bingung. Saya harus memutar otak agar permasalahan ini tidak berkepanjangan. Oh Tuhan… .”

Pak Rt: ” (Dalam sedih dan geram) “… Ini tidak bisa dibiarkan. Saya harus menemui Direktur itu.”

Akhirnya, Pak Rt (Rukun Tetangga) selaku ujung tombak tegaknya demokrasi dimasyarakat. Selayaknya garda terdepan. Ia mengambil langkah-langkah penuh inisiatif, secara persuasif membangun ulang komunikasi yang mandeg antara rencana pelebaran jalan yang dipaksakan oleh perusahaan versus warga yang mempertahankan tanahnya.

Ali Wafan selaku penulis yang merekontruksi ulang naskah monolog “DEMOKRASI” karya Putu Wijaya sepakat bahwasanya “membaca, mengamati dan memahami demokrasi tentu tidak melulu harus lewat pertemuan kelas atau diruang formil saja. Agar tidak membosankan sebaiknya dengan memanfaatkan frame seni/kebudayaan atau kalau perlu lewat dunia hiburan. Terpenting adalah menciptakan ruang-ruanh dialog, yang akan membawa kita pada kesepakatan tak tertulis untuk melakukan aksi-aksi kecil dalam rangka terus menjaga dan merawat demokrasi.”

Selaku sutradara XMRidho sengaja membalut pentas “DEMO-KREASI” ini layaknya obrolan santai lewat hiburan yang ringan dan humoris. Pentas ini mengambil alur genre tragic commedy, dan disajikan serenyah mungkin kepada penonton.

Ia mengungkapkan bahwa, “Budaya dan dinamika demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat terhubung erat, merupakan kesatuan yang tidak terelakkan. Hal tersebut akan semakin nyata seiring tumbuh besarnya kontrol sosial atau kesadaran sosial dari masyarakat terhadap pemerintahnya. Kebebasan dalam mengemukakan pendapat akan menjamin terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih.”


Penulis: Andi M. Ismail

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan