Makassar – Dalam rangkaian Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) XVI di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/07/2023) malam.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono beserta istri, Yanieta Arbiastutie mengenakan pakaian adat Melayu Pontianak, telok belanga dan baju kurung, bersama 60 peserta dari Kota Pontianak ikut berparade pada karnaval yang diikuti oleh kota-kota se-Indonesia.
Rika (17) yang merupakan warga Makassar dalam menyaksikan Karnaval dan Pawai Budaya itu mengatakan merasa kagum dan takjub dengan desain kostum yang ditampilkan oleh Kota Pontianak. Baginya, kostum yang dikenakan kedua model tersebut unik dan elegan.
” Saya sebagai orang Makassar baru melihat kostum sebagus ini, yang mana ada dua meriam di atas orang yang mengenakannya, desainernya juga sangat kreatif,” kata Rika
Dua kostum yang dirancang sedemikian rupa menggambarkan ikon khas Kota Pontianak. Satu kostum dirancang dengan dua buah meriam karbit dan kostum lainnya berupa monumen equator yang dikenakan oleh sepasang model.
Dirinya mengapresiasi digelarnya event ini sebagai pengenalan budaya-budaya yang ada di kota-kota se-Indonesia sehingga menambah wawasan terhadap kekayaan budaya di Indonesia.
” Tadinya saya tidak tahu apa makna meriam karbit dan Tugu Khatulistiwa yang ditampilkan oleh Kota Pontianak, dan sekarang saya sudah tahu bahwa kedua ikon itu adalah ciri khas yang ada di sana,” pungkasnya.
Edi menerangkan Karnaval dan Pawai Budaya yang digelar dalam rangka pertemuan anggota Apeksi di Makassar ini sebagai momentum untuk mengenalkan potensi dan keanekaragaman serta kekayaan yang dimiliki masing-masing daerah.
” Kota Pontianak pada karnaval ini menampilkan meriam karbit dan Tugu Khatulistiwa serta pakaian khas Melayu Pontianak sebagai ciri khas yang kita miliki,” terangnya.
Seperti diketahui, bahwa masih banyak keunikan yang akan ditampilkan dalam karnaval tersebut, akan tetapi dikarenakan keterbatasan tempat dan waktu, sehingga hanya beberapa kostum dan pakaian adat khas Kota Pontianak yang turut serta menyemarakkan pawai budaya. Karena itu Edi mengapresiasi karya desainer muda yang merancang kostum ikon Kota Pontianak.
” Silakan para desainer berkreasi untuk menuangkan ide dan karyanya sesuai kearifan lokal supaya kreativitas anak-anak muda berkembang,”imbuhnya.
Menurut Deni Slamet (24), desainer kostum Meriam Karbit dan Tugu Khatulistiwa menjelaskan makna masing-masing kostum rancangannya. Kostum berjudul ‘Delegacy of Meriam Karbit’ menggambarkan tentang permainan rakyat khas di Kota Pontianak berupa meriam karbit yang menjadi tradisi warga setiap menyambut bulan Ramadan dan Idul Fitri.
” Kemudian kostum yang satu lagi berjudul Equator Van Borneo, yang melambangkan ikon Kota Pontianak berupa Tugu Khatulistiwa yang menjadi titik perlintasan garis Khatulistiwa,” tuturnya.
Pengerjaan kedua kostum tersebut membutuhkan waktu selama 14 hari. Kesulitan yang dihadapi dalam pembuatannya adalah waktu yang begitu singkat. Meski demikian, dengan bantuan seorang asistennya, Deni berhasil menuntaskan pekerjaannya.
”Bahan-bahan yang digunakan di antaranya besi sebagai rangka kostum, kemudian bahan lainnya seperti spons, kain dan bahan lainnya,” terang Deni yang juga berprofesi sebagai guru.